Selasa, 30 Juni 2020

Bhayangkara dan Literasi Kriminal


Bhayangkara dan Literasi Kriminal
Oleh : Rina Devina
Halo sobat literasi? Apa kabar hari ini? pasti kabar baik dan ceria kan? Begitu juga dengan  Kepolisian Republik Indonesia, karena tepat pada hari ini, tanggal 01 Juli adalah peringatan Hari Bhayangkara yang ke-74. Hari ini merupakan hari yang sangat istimewa bagi Kepolisian Republik Indonesia. Lalu apakah itu Hari Bhayangkara? Banyak yang mengira Hari Bhayangkara adalah hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia. Namun sayang sekali, bukan itu makna di balik peringatan hari spesial ini.
Hari Bhayangkara adalah momentum untuk memperingati hari Kepolisian Nasional yang ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 11 Tahun 1946. Dengan dikeluarkannya perpres ini secara otomatis peraturan tersebut menyatukan kepolisian yang semula terpisah sebagai kepolisian daerah, menjadi satu kesatuan nasional dan bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan tertinggi Negara ini, yaitu presiden Republik Indonesia.
Istilah Bhayangkara berasal dari bahasa Sanksekerta yang memiliki arti garang, hebat, dan merupakan nama pasukan pengawal elit kerajaan pada masa kerajaan singosari dan majapahit. Istilah bhayangkara sangat lekat dengan sosok pahlawan legenda kita yaitu Gajah Mada. Dalam kitab Negarakertagama, Gajah Mada mengawali kariernya sebagi seorang prajurit lalu tak lama kemudian menjadi komandan Bhayangkara. Saat menjadi komandan Bhayangkara itulah Gajah Mada menanamkan empat prinsip yang dinamakan Catur Prasetya.
Catur Prasetya yang dirumuskan oleh Gajah Mada isinya adalah :
1.      Satya Harprabu (Setia kepada pemimpin Negara)
2.      Hanyaken Musuh (Mengenyahkan musuh-musuh Negara)
3.      Gineung Pratidina (Mempertahankan Negara)
4.      Tan Satrisna (Sepenuh hati dalam bertugas)
Catur Prasetya ini yang kemudian diadaptasi menjadi salah satu landasan kerja kepolisian Republik Indonesia yang diresmikan pada tanggal 4 April 1961. Nilai yang terkandung dalam Catur prasetya ini yang menjadi dasar bagi kepolisian untuk melaksanakan funsi pokok pengayoman dan melayani bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan tugas yang tercantum dalam Catur Prasetya, aparat kepolisian Indonesia telah melakukan berbagai inovasi dan karya nyata. Salah satunya yang berhubungan dengan Catur Prasetya yang keempat, yaitu melayani dengan sepenuh hati. Bahkan hal ini telah menjadi semboyan para aparat kepolisian masa kini, yaitu mengayomi dan melayani. Mengayomi dan melayani termasuk dalam bidang literasi informasi, dengan mendirikan perpustakaan di institusi kepolisian, bahkan ada anggota kepolisian yang menjadi pegiat literasi.
Ternyata, ada hubungan yang relevan antara rendahnya budaya literasi dengan tingkat kejahatan dan kriminalitas. Bahkan hubungannya sangat erat, coba bayangkan masyarakat tanpa literasi yang memadai cenderung menganggap sepele pendidikan dan sekolah, sehingga mudah untuk putus sekolah dan akhirnya menyebabkan kebodohan dan rendahnya kualitas diri dalam berkompetisi untuk bersaing dalam mencari lapangan pekerjaan. Akibat dari pengangguran dan desakan ekonomi maka orang akan berpikir cepat bagimana menghasilkan uang dalam sekejap dan cara paling praktis adalah melakukan perbuatan melangar hukum seperti pencurian.
Selain pencurian, perbuatan melanggar hukum lain juga sangat mudah dilakukan oleh orang atau masyarakat dengan tingkat literasi yang rendah. Merebaknya kebodohan yang tidak berujung dan rendahnya sikap bijak dalam menyikapi informasi akan sangat rentan akan bahaya penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian semakin mendominasi kehidupan serta pengabaian terhadap tata nilai kehidupan dan norma hukum  akan dapat menjerat pelaku ke hadapan hukum. Tentu masih banyak lagi dampak sosial lainnya yang disebabkan oleh rendahnya budaya literasi masyarakat.
Oleh sebab itu, sebagai institusi hukum yang terdepan, Kepolisian Indonesia diharapkan dapat melakukan sosialisasi dan edukasi hukum serta gencar membantu usaha pemerintah dalam membudayakan litersi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal inilah yang mendorong POLRI memberdayakan unit perpustakaan yang ada di instansi kepolisian, seperti Unit Perpustakaan yang ada di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, bahkan unit yang satu ini berhasil menyabet penghargaan beberapa kali dalam ajang perlombaan pengelolaan perpustakaan khusus di Sumatera Utara dan di Kota Medan.
Terkait perpustakaan, sudah merupakan tuntutan jaman bahwa perpustakaan sekarang di gadang-gadang adalah sebagai pusat besar data atau yang sering di sebut sebagai wadah yang menyediakan big data. Big data disini bisa berarti apa saja, informasi apa saja. Perpustakaan dapat berperan menjadi big data Indonesia, seperti halnya Yahoo dan Google. Selain sebagai penyedia platform data, perpustakaan juga dapat menjadi pusat analisa data. Pusat analisa data ini dapat dikerjakan oleh perpustakaan yang berada di dalam unit instansi Kepolisian Indonesia tentunya.
Ketua Gerakan Literasi Sekolah, Pangesti Wiedarti menyarankan bahwa salah satu upaya mencegah dan mengendalikan terjadinya tindak kriminal adalah dengan membuat rekam jejak dan literasi kriminal mulai dari anak usia sekolah. Literasi kriminal ini berkaitan dengan pemahaman terhadap jenis kejahatan dan sanksi sebagai risiko perbuatan kejahatan yang dilakukan sehingga merugikan pihak lain dalam berbagai bentuk seperti ancaman psikologis, penyiksaan, pelecehan, pemerkosaan dan kematian.
Menurutnya, perlu dibuatkan kartu yang fungsinya seperti kartu pelajar yang dapat digunakan sebagi kartu perekam jejak kriminal atau literasi kriminal dari orang yang bersangkutan  atau orang yang berhadapan dengan hukum. Menurutnya, rekam jejak ini akan menjadi catatan sejarah kriminal seseorang sehingga apabila nomor kartu tersebut diinput ke dalam pusat jaringan data kepolisian, akan terdeteksi sejarah kriminal orang tersebut, apa jenis kriminal yang pernah dilakukan, berapa kali menjadi pelaku dan masih banyak informasi lain yang tentunya sangat membantu pihak kepolisian dalam bekerja dan mengungkap suatu kasus kriminal.
Masih menurut Pangesti, kartu ini sebaiknya mulai diterapkan selagi seseorang berada dalam masa sekolah, karena di jaman sekarang tindak kriminal sering juga di lakukan oleh anak yang masih berasa dalam usia sekolah. Selain itu, dengan adanya kebijakan kartu ini, bagi siswa yang tidak ingin bermasalah dengan hukum akan selalu menjaga sikap dan perilakunya sehingga pastinya berdampak positif bagi diri sendiri dan orang lain serta masyarakat luas.
Semoga gagasan kartu jejak rekam yang melekat dengan e-KTP atau e-Pelajar ini dapat direalisasikan dan dapat diberlakukan secepatnya, sehingga dapat mengurangi tingkat kejahatan dan kriminalitas yang ada di Indonesia, Sebelum pemerintah memberlakukan hal ini sudah seharusnya dilakukan sosialisasi dan edukasi tentang sanksi hukum bagi pelanggar tindak pidana, pelaku tindak perdata atau pelaku kasus hukum lainnya yang umum terjadi.
Langkah ini adalah salah satu bentuk pendidikan hukum bagi warga masyarakat Indonesia agar dapat lebih menjaga sikap dan berhati-hati dalam bertindak serta selalu melek hukum. Setiap kejahatan akan mendapatkan sanksi hukum, maka dari itu jangan pernah melakukan kejahatan sekecil apapun. Pendidikan literasi kriminal ini dapat disampaikan dengan melibatkan kerjasama antar instansi pemerintah seperti institusi pendidikan dan kepolisian serta unsur terkait lainnya seperti psikolog, akademisi, guru, polisi, bahkan pustakawan juga.
 Semoga dengan peringatan Hari Bhayangkara yang ke-74 institusi Kepolisian Republik Indonesia semakin berjaya dan bermartabat. Semakin bisa menjadi pengayom dan pelindung masyarakat Indonesia serta memiliki peran mulia lainnya, yaitu mencerdaskankehidupan bangsa melalui edukasi literasi kriminal. Salam literasi




HARGANAS dan Budaya Literasi Keluarga


HARGANAS dan Budaya Literasi Keluarga
Oleh : Rina Devina
Pasti sudah banyak yang tahu dengan HARGANAS. HARGANAS adalah akronim dari Hari Keluarga Nasional. HARGANAS selalu kita peringati setiap tanggal 29 Juni. Tahun ini peringatan HARGANAS memasuki usia yang ke-30 tahun. Adapun tujuan dari dilaksanakannya peringatan HARGANAS adalah untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dalam mewujudkan kerangka ketahanan keluarga Indonesia.
Dalam peringatan HARGANAS ini, diharapkan setiap keluarga Indonesia dapat menerapkan delapan fungsi keluarga yang sangat vital demi membangun generasi yang maju dan beradab. Keluarga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan atau fungsi ekonomi semata, tetapi terdapat fungsi-fungsi lain yang tidak kalah pentingnya. Manna dan Riedmann (1991) mengungkapkan ada tiga fungsi yang harus dijalankan oleh suatu keluarga yaitu fungsi reproduksi yang bertanggung jawab, fungsi dukungan ekonomi dan fungsi perlindungan.
Undang-undang No. 10 tahun 1992 dan PP No. 21 tahun 1994 menjelaskan bahwa minimal ada Delapan fungsi keluarga antara lain adalah penerapan agama, cinta kasih, perlindungan, ekonomi, pendidikan, reproduksi, sosial dan budaya serta lingkungan. Delapan fungsi penting keluarga ini seyogyanya harus ada dalam setiap keluarga agar tercipta keluarga yang sejahtera lahir dan batin. Untuk mendukung delapan fungsi keluarga ini diperlukan komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Apalagi dijaman yang serba digital ini komunikasi semakin mudah dan cepat serta dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun.
Seharusnya di era serba digital sekarang ini, gawai atau handphone dapat menjadi alat yang dapat mempererat komunikasi dan hubungan antar anggota keluarga, bukan malah sebaliknya, menjadikan anggota keluarga semakin jauh kerena sibuk dengan gawainya maasing-masing. Untuk meminimalisir penggunaan gawai dalam keluarga, perlu digalakkan pemanfaatan waktu kumpul keluarga dengan pemberlakuan peraturan kapan waktu yang boleh atau tidak dalam menggunakan gawai, dan kapan waktu yang harus dialokasikan untuk bercengkerama dengan sesama anggota keluarga lainnya.
Budaya Literasi Keluarga
Salah satu solusi dalam menghadapi sikap iniviualistis yang ada dalam keluarga yang diakibatkan oleh gawai tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan menggagas suatu program literasi keluarga yang mengajak masyarakat untuk mengurangi waktu pemakaian gawai pada antara pukul 18.00 sampai 20.00 WIB. Waktu ini biasa disebut sebagai ‘Prime Time’ keluarga dan diharapkan ini dapat menjadi waktu kebersamaan dalam rumah yang diitensifkan untuk berbagi bersama keluarga dalam bentuk bermain dan belajar bersama.
Literasi keluarga atas fungsi gawai atau media adalah sebuah kemampuan guna memahami, menganalisa, merekonstruksi pencitraan media. Kemampuan tersebut dimaksudkan agar para pembaca yang merupakan konsumen media, termasuk anak-anak menjadi melek dan tahu mengenai bagaimana media yang ada di gawai di buat dan kemudian bagaimana berbagai konten tersebut dapat diakses dengan bijak. Hal ini semoga dapat meminimalisir agar anak dapat membatasi penggunaan game yang dapat menyebabkan anak menjadi lalai bahkan kecanduan.
Keluarga yang merupakan unit terkecil dalam tatanan masyarakat dapat menjadi kunci utama dan pertama dalam menghidupkan budaya literasi keluarga. Aktifitas literasi keluarga dapat diawali dengan membudayakan kegiatan membaca. Orang tua dapat menjadi teladan yang ampuh dalam mendidik dan membiasakan anak untuk mulai mencintai aktifitas membaca, mulai dari menyisihkan waktu membaca bersama, belajar bersama, memberi hadiah buku pada saat-saat special keluarga.
Orang tua dapat memberi motivasi yang terus-menerus tentang pentingnya membaca, dengan meluangkan waktu dalam kelurga agar dapat pergi ke toko buku bersama-sama, mengunjungi perpustakaan, museum atau berlangganan majalah atau tabloid kesukaan keluarga. Implikasi dari kelurga yang literat akan menghasilkan budaya yang open minded sehingga akan membangun kreatifitas yang tinggi dalam diri anak dan keluarga.
Budaya literasi keluarga yang berkualitas tidak hanya diukur dari seberapa banyak sumber bacaan yang dilahap, namun seberapa besar informasi benar yang didapat sehingga menjadikan keluarga yang lebih bijaksana tanpa hoax. Pengenalan budaya literasi keluarga dapat dimulai dari usia yang sangat dini, mulai dari pasangan baru yang akan memulai keluraga kecil perlu memahami pentingnya budaya literasi dalam tumbuh kembang anak dalam keluarga, karena keluarga adalah ujung tombak pembentukan sumber daya manusia yang cerdas dan kreatif.
Akhir kata, mari kita peringati HARGANAS dengan mempresentasikan tanggung jawab kita sebagai keluarga dengan membudayakan literasi dari dalam keluarga kita sendiri, bukan hanya memenuhi tanggung jawab dalam bidang ekonomi dan sosial saja tetapi juga perlu keteladanan dan pendekatan yang partisipatoris yang besar dalam setiap keluarga dalam menggalakkan budaya literasi keluarga dengan mulai memberi stimulus dan mulai membentuk karakter malu ketika kurang membaca. Salam literasi




Kamis, 25 Juni 2020

Narkoba dan Pustakawan Terapis


Narkoba dan Pustakawan Terapis
Oleh : Rina Devina

Seperti yang kita ketahui, setiap tanggal 26 Juni selalu diperingati sebagai Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Peringatan HANI ini dilakukan setiap tahunnya untuk memperkuat aksi dan kerajasama secara global terkait pengendalian dan pemberantasan peredaran narkotika secara global. Selain itu, HANI dilakukan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya laten narkoba. Penetapan tanggal 26 Juni sebagai HANI digagas oleh United Nation Office on Drugs and Crime (UNIDOC) pada tahun 1988.
Melansir situs Badan Narkotika Nasional (BNN), terdapat lebih dari 3.6 juta pengguna narkoba di Indoneseia dan terdapat peningkatan jumlah pecandu sebesar 0.03 persen dari tahun lalu. Pengguna narkoba paling banyak berada pada rentang umur kisaran 15 sampai 65 tahun dan Ganja adalah jenis narkoba yang paling banyak digunakan yang mencapai angka 63 persen. Data terakhir mengatakan lebih dari 40 orang meninggal dunia setiap hari dikarenakan narkoba.
Pemaparan data pengguna diatas sungguh sangat menyedihkan mengingat yang terbanyak mengkonsumsi narkoba adalah para Milenial yang adalah generasi harapan bangsa. Padahal Indonesia digadang-gaang akan mengalami bonus demografi pada tahun 2045, apabila keadaan generasi milenial kita masih seperti ini, bonus demografi yang diharapkan akan menjadi kekuatan bangsa akan jauh panggang dari api.
Dalam rangka mendukung Indonesia Emas tahun 2045, diharapakan kerjasama semua pihak dalam memberantas peredaran narkoba. Karena narkoba adalah musuh bersama, terbukti narkoba merugikan perekonomian Negara mencapai 63 triliun rupiah pertahunnya. Dalam hal ini, tugas penyelesaian permasalahan narkoba mulai dari pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkoba bukan hanya tugas BNN semata, akan tetapi menjadi tugas seluruh komponen bangsa.
Hal ini dikukuhkan melalui instruksi presiden No. 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional P4GN. Terbitnya inpres ini menjadi payung hukum yang jelas bagi masyarakat Indonesia untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan P4GN tersebut. P4GN adalah akronim istilah dari kegiatan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Obat Terlarang atau Bahan Berbahaya lainnya. Tugas P4GN dapat dilakukan oleh setiap orang dan lembaga maupun komunitas yang peduli dengan permasalahan narkoba di Indonesia.
Sebagai salah satu elemen bangsa, perpustakaan dan pustakawan adalah salah satu aktor dalam pembinaan karakter bangsa. Pembinaan karakter bangsa bukan hanya monopoli tugas dari guru di sekolah, tetapi juga merupakan tugas lembaga pendidikan non formal seperti perpustakaan dan pustakawan. Perpustakaan dapat dijadikan media yang mengedukasi tentang bahaya narkoba sampai menjadi wadah dalam pembinaan pencandu narkoba.
Literasi bahaya Narkoba dan Bibliotherapy di Perpustakaan
Literasi bahaya narkoba banyak kita jumpai di perpustakaan, sekolah, rumah sakit, puskesmas atau pusat-pusat rehabilitasi narkoba lainnya. Bentuk literasi narkoba dapat berbentuk brosur, leaflet, spanduk sampai dengan yang berbentuk buku, buku secara fisik ataupun berbentuk elektronik. Buku memang memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai media dalam membantu proses terapi yang sering kita sebut sebagai Biblotherapy.
Bibliotherapy adalah terapi baca buku yang unik dengan memanfaatkan bahan-bahan bacaan yang dipandang bisa menambah dan meningkatkan kualitas hidup, tentunya dengan membaca buku yang menyediakan informasi, dukungan, serta panduan dalam menghadapi kejadian atau peristiwa dan permasalahan hidup sehari-hari. Dengan membaca buku terbukti dapat membantu si pembaca dalam hal ini adalah orang dengan masalah depresi atau pecandu narkoba dalam memahami masalah yang dihadapinya.
Perpustakaan dapat mulai menciptakan ruang “Bibliotherapy” di perpustakaan dengan menciptakan satu raung khusus yang mencakup buku dan metode terapi seperti :
1.      Ruang Bibliotherapy Preskriptif, pada bagian terapi ini perpustakaan dan pustakawan menyediakan bahan bacaan yang mencakup berbagai masalah psikologis yang ada, kegiatan dalam ruang ini dapat berupa kegiatan membaca dan menulis untuk menuangkan ide dan perasaan pembaca/pengunjung yang datang ke perpustakaan. Koleksi buku yang tersedia bisa dimulai dari buku-buku psikologi popular dan motivasi juga buku-buku agama.
2.      Penyediaan buku-buku yang lebih spesifik, seperti halnya obat, buku juga bisa diberikan layaknya ‘resep’. Maksudnya adalah perpustakaan atau pustakawan menyediakan bahan bacaan atau media yang dapat sesuai dengan permasalahan psikologi yang umum terjadi. Pustakawan harus jeli memilih buku yang akan disediakan pada ruang ini dan dapat merangkap menjadi pustakawan terapis yang membantu para pengunjung atau pembaca dalam menemukan makna dari buku yang dibacanya.
3.      Manfaatkan ruang Bibliotherapy dengan kreatif, ruang ini dapat juga lebih didominasi bahan bacaan yang berasal dari imanjinasi seperti novel, cerpen, buku-buku filsafat ataupun biografi orang-orang sukses. Harapannya adalah agar dapat membantu meningkatkan kesehatan jiwa pengunjung atau pengguna. Pemilihan buku yang cermat akan membantu pembaca dalam memahami dan mengungkapkan apa yang menjadi permasalahan serta solusinya.
Setelah membaca cerita dalam buku, apakah cerita fiksi, nonfiksi, puisi ataupun buku jenis lainnya, para pengguna dapat mengambil pelajaran sehingga mampu membuat strategi guna menghadapi dan mengatasi berbagai masalah di kemudian hari. Siapapun bisa memperoleh manfaat dari biblotherapy, diantara yang paling disarankan adalah : orang dengan depresi, gangguan makan, gangguan kecemasan, penyalahgunaan narkoba, masalah dengan hubungan asmara, dan masalah kesepian, isolasi, kematian dan lain sebagainya.
Selain ruang yang disediakan untuk menyediakan koleksi yang berhubungan dengan terapi, pemilihan pustakawan juga adalah hal yang penting. Perpustakaan harus menempatkan petugas pustakawan yang memiliki potensi kemampuan yang kuat untuk menghadapi pengguna perpustakaan jenis ini. Pustakawan juga dapat dibekali dengan pendidikan dan latihan khusus agar dapat melayani kebutuhan pengguna yang memiliki kecenderungan dan dianggap membutuhkan layanan bibliotherapy.
Selama ini pustakawan yang melakukan story telling hanya menggarap anak atau orang tua yang tidak bermasalah, dalam arti pustakawan hanya menjalankan perannya sebagai perantara dan pemberi contoh dalam penyampai budaya literasi agar ada kedekatan dan ikatan dalam keluarga dengan cara mendongeng. Namun kali ini pustakawan dapat tampil juga sebagai terapis bagi pengguna dengan menghadirkan layanan biblotherapy di perpustakaan.
Pustakawan harus memiliki keterampilan baru seperti menentukan apakah sebuah buku atau literature layak digunakan dalam terapi atau tidak, mengembangkan kemampuan story telling atau berkisah, menjadi mitra yang baik dari Dokter, Perawat, Bidan bagi perpustakaan yang ada di rumah sakit atau pojok baca puskesmas. Selain keterampilan pribadi, pustakawan juga harus mengembangkan skill dalam pemilihan buku cerita atau koleksi bahan pustaka lainnya yang akan menjadi bahan rujukan dalam melakukan layanan bibliotherapy di perpustakaannya.
Akhirnya, dalam rangka memperingati HANI, mari sama-sama kita bergandengan tangan dalam memberantas narkoba, mulai dari meningkatkan kompetensi diri masing-masing dalam profesi kita agar dapat mengawal perkembangan generasi milenial bangsa ini menuju Indonesia Emas tahun 2045 dan terus menerus membantu mensosialisasikan P4GN dalam kehidupan kita sehari-hari agar kita dan masyarakat kita dapat bebas dari jerat narkoba, salah satunya dengan mengembangkan budaya literasi di masyarakat. Salam literasi.





Bijak Menggunakan Media Sosial dengan Literasi Media Sosial dan Digital
Oleh : Rina Devina
Tepat lima tahun yang lalu, seorang pengusaha Indonesia yang bernama Handi Irawan D pemilik sebuah perusahaan yang bernama  Frontier Consulting Group mencetuskan tanggal 10 Juni sebagai Hari Media Sosial. Sementara untuk peringatan Hari Media Sosial Internasional jatuh pada setiap tanggal 30 Juni. Ya, keberadaan media sosial telah semakin melekat dan dibutuhkan dalam kehidupan keseharian manusia, tak terkecuali manusia Indonesia.
Dengan kemajuan teknologi dan internet yang semakin cepat, setiap orang dapat melakukan semua aktifitas dalam kehidupannya hanya dari menggunakan media sosial. Masyarakat dunia di era digital saat ini dapat menikmati media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, You Tube, WhatsApp dan lain sebagainya, sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
Namun seperti yang banyak kita ketahui bahwa media sosial ibarat pisau bermata dua, selain memberikan  banyak keuntungan bagi kehidupan manusia, media sosial juga banyak menyimpan perangkap atau jebakan seperti berbagai konten negatif serta menjadi media yang turut andil dalam menyebar berita hoax, ujaran kebencian, penipuan dan masih banyak lagi yang lainnya.
Belakangan ini media sosial sudah menjadi suatu kebutuhan yang vital bagi hajat hidup orang banyak. Terlebih di masa Pandemi COVID-19 ini. Pandemi ini memaksa hampir semua orang untuk berinteraksi menggunakan media sosial. Memanfaatkan situasi ini banyak pelaku usaha yang memanfaatkan peluang yang ada di media sosial, sehingga bermunculan berbagai macam online shop dan transaksi online semakin menjamur di mana-mana.
Media sosial telah mengubah tata kehidupan masyarakat dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Namun dengan segala kecanggihan media sosial yang ditawarkannya masyarakat Indonesia masih banyak yang belum sadar akan etika dalam menggunakan media sosial. Hal ini menjadikan kita harus senantiasa dituntut untuk lebih bijak menyikapi setiap informasi dan bertraksasi serta berkomunikasi dan/atau menyampaikan informasi
Melalui peringatan Hari Media Sosial (HMS) ini, diharapkan para pelaku utama pengguna media sosial yang kebanyakan berasal dari sektor usaha dan retail memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan/menciptakan kata-kata atau berbagai cerita maupun gambar-gambar serta konten yang mampu menimbulkan motivasi, edukasi, menginspirasi bahkan membangkitkan kasih sayang dan ajakan untuk membuat kehidupan yang lebih baik lagi bagi khalayak publik.
Selain berasal dari sektor usaha dan retail pengguna internet kebanyakan adalah masyarakat luas yang menjadi target dari sektor usaha tersebut. Penggunaan media sosial telah membawa banyak perubahan pada tatanan komunikasi dan interaksi sosial. Perubahan ini membutuhkan pengaturan dan regulasi yang jelas agar tetap bisa berjalan dengan kondusif dan minim penyimpangan sosial.
Berdasarkan Flagship Report 2019, rata-rata lama waktu penggunaan media sosial di dunia dipengaruhi oleh keberadaan penduduk usia produktif dengan rentang usia 16-24 tahun. Mereka adalah pengguna paling antusias yang paling banyak menghabiskan waktu dengan menggunakan media sosial dan tentunya menjadi target pasar baru yang tumbuh paling cepat dan pesat.
Tentu di perlukan berbagai upaya dan langkah bagi para pengguna media soaial untuk dapat dengan bijak menggunakan dan memanfaatkan kemajuan teknologi ini, salah satu diantaranya adalah dengan berbagai upaya mengkampayekan Gerakan Literasi Media Sosial dan Digital.
Literasi media muncul dan mulai sering dibicarakan karena media sosial seringkali dianggap sebagai sumber kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media sosial ini memiliki kekuasaan/kekuatan secara intelektual di tengah publik dan menjadi medium untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam memonopoli makna yang akan di lempar ke publik.
Rendahnya literasi media sosial dan digital dalam masyarakat di era digital sekarang ini menjadi pendorong semakin maraknya dampak negatif dari penggunaan internet seperti pelanggaran privasi, cyberbullying, konten kekerasan dan pornografi serta aksi media sosial lainnya. Belajar literasi media sosial dan digital ini bukan hanya sekedar belajar cara mengakses informasi saja tetapi lebih kepada penguatan mental untuk memilih berbagai jenis informasi yang akan digunakan.
Melalui literasi media dan digital, masyarakat dapat meningkatkan penggunaan informasi yang sesuai kebutuhan saja dan berusaha mencari referensi yang benar sebelum menyebarkan sebuah informasi ke publik. Dasar dari kegiatan literasi media dan digital ini adalah kegiatan yang menekankan pada aspek edukasi di kalangan masyarakat agar mereka tahu bagaimana mengakses, memilih program yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Sejak 2017 pemerintah telah berupaya meningkatkan kesadaran bermedia sosial dan digital dengan menyasar tiga hal yaitu :1) Edukasi Literasi Digital, 2) Pendampingan berkelanjutan oleh komunitas dan 3) Penegakan Hukum.
Pemerintah menamakan gerakan literasi ini dengan nama Siber Kreasi, yaitu gerakan literasi nasional yang memayungi tiga langkah besar yakni, Perlindungan atas hak individual, Hak kebebasan berpendapat secara benar dan Memperkuat literasi digital masyarakat.
Selain melalui peran pemerintah dan pendidikan formal, pembelajaran literasi media dan digital juga dapat dilakukan dalam pendidikan non formal yang ada di masyarakat seperti melalui kelompok pengajian, PKK, Karang Taruna, komunitas hobi dan lain sebagainya.
Inti dari literasi media sosial dan digital ini adalah agar terbangun budaya masyarakat yang bijak dalam bermedia sosial dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses, memilah dan memahami berbagai jenis informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup.
Selain itu masyarakat juga dapat berpartisipasi menyuarakan perpektif, dan berfikir kritis serta mengembangkan karakter dan membangun opini positif demi menciptakan informasi yang berkeadilan tanpa merugikan pihak lain. Salam Literasi
Penulis adalah Pustakawan pada Kanwil Kemenkumham Sumut

Rabu, 24 Juni 2020

Bidan dan Literasi Kesehatan Perempuan


Bidan dan Literasi Kesehatan Perempuan
Oleh : Rina Devina

Salam sehat sobat literasi. Apa kabar hari ini? Masih tetap sehat kan? Adakah diantara sobat literasi yang berprofesi sebagai Bidan? Ya, hari ini kita memperingati Hari Bidan Nasional. Bidan adalah salah satu profesi yang penting yang ada dalam garda terdepan dalam dunia medis dan kesehatan yang hampir dapat kita jumpai dimanapun kita berada.
Bidan adalah seorang ‘pahlawan’ yang ikut berperan dalam perjuangan para ibu dan wanita untuk menjaga kesehatan selama kehamilan dan disaat melahirkan si buah hati. Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Bidan merupakan seorang wanita yang lulus penddikan kebidanan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah NKRI, serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk register, tersertifikasi dan secara sah mendapat lisensi untuk membuka praktek kebidanan.
Tanggal 24 Juni ini merupakan hari berdirinya organisasi profesi bidan, yaitu Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada tahun 1951 di Jakarta. Selain sebagai organisasi profesi, IBI juga terdaftar sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Saat ini IBI memiliki anggota sebanyak 324.515 bidan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dalam perjalananya IBI mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri.
Menurut UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tugas pokok bidan adalah sebagai tenaga kesehatan yang strategis dan terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada Ibu dan Anak, kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Bidan adalah salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan akan layanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual perempuan yang komprehensif untuk pemenuhan hak asasi, khususnya bagi perempuan, bayi, balita dan remaja putri.
Selain peran utama diatas, bidan juga memiliki tugas lainnya seperti membantu meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan, penyedia layanan kesehatan, pendidik, penggerak peran serta masyarakat, pemberdayaan perempuan dan pelibatan masyarakat untuk menjaga kesehatan, serta sebagai pembuat keputusan. Menurut data dari Riskesdas tahun 2018, 85% pemeriksaan kehamilan, 62,7% persalinan dan 54,6% pelayanan KB masih dilakukan oleh bidan. Peran bidan ini diperkuat dengan terbitnya UU no. 4 tahun 2019 tentang Kebidanan yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan bidan sebagai pemberi maupun penerima layanan kebidanan.
Bidan dan Literasi Kesehatan Perempuan
Selain berbekal UU no 36 Tahun 2014, seorang bidan dalam keadaan tertentu, yakni suatu kondisi tidak adanya Tenaga Kesehatan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk dirujuk ke rumah sakit, maka seorang bidan dapat memberikan pelayanan kedokteran dan atau kefarmasian di luar kewenangannya dalam batas tertentu.
Hal ini menjadi penting apalagi bila dikaitkan dengan kondisi saat ini yaitu kita sedang berada pada fase beredarnya wabah COVID-19. Bidan dapat menjadi garda terdepan dalam perawatan pasien COVID-19 yang mungkin tidak dapat terlayani di pusat-pusat kesehatan seperti rumah sakit yang tentunya juga mengalami peningkatan jumlah pasien atau orang yang terinfeksi COVID-19.
Para bidan dapat menyediakan pengobatan dan perawatan yang berkualitas tinggi dan penuh cinta serta penghargaan kepada setiap orang dan memimpin berbagai dialog antar masyarakat dalam mengatasi krisis, ketakutan dan pertanyaan seputar COVID-19 serta dapat pula mulai mengumpulkan beberapa kasus dan data untuk keperluan studi klinis kedepannya.
Selain tugas diatas yang sedang update, tugas bidan lainnya adalah mengadvokasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi, khususnya reproduksi perempuan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa masalah kesehatan reproduksi perempuan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan, seperti semakin banyaknya wanita yang memiliki atau mengidap penyakit seperti miom, kanker payudara atau kanker mulut rahim.
Bidan memiliki peran yang sangat strategis dalam menyuarakan pentingnya pengetahuan perempuan terkait kesehatan reproduksi dan perencanaan keluarga melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi. Sebagai garda terdepan dalam infomasi, perpustakaan dan bidan dapat tampil di masyarakat untuk terus mengedukasi dalam setiap kegiatan masyarakat seperti pada saat diselenggarakannya kegiatan atau even PKK ataupun karang taruna, menjadi narasumber melalui virtual meeting yang diadakan oleh Perpustakaan Daerah, TBM atau melalui komunitas-komunitas lainnya
Berikut adalah beberapa tips dalam menjaga kesehatan organ reproduksi perempuan yang dapat dilakukan oleh bidan dan mungkin juga oleh Perpustakaan di Puskesmas :
1. Jaga dan bersihkan organ kewanitaan, bidan dapat melakukan edukasi dan advokasi cara membersihkan organ kewanitaan dengan penuh pendekatan karena sesama perempuan akan lebih nyambung dan nyaman dalam berkomunikasi tentang kesehatan organ reproduksinya tersebut. Bidan harus bisa mengajarkan cara membasuh sampai cara perawatan yang benar sehingga mengurangi resiko infeksi atau penyakit lainnya.
2. Konsumsi Makanan Sehat, seorang bidan harus dapat menyakinkan pasien wanitanya bahwa kesehatan reproduksi wanita terkait erat dengan pola makan, ada beberapa asupan nutrisi yang penting bagi kesehatan organ reproduksi wanita seperti protein, lemak sehat, vitamin dan mineral. Ada banyak makanan cepat saji yang harus dihindari serta batasi mengkonsumsi kafein melebihi takaran perharinya, yaitu maksimal 2 cangkir kopi perhari.
3. Kelola Stres dengan bijak, bidan dapat menjelaskan bahwa stres berdampak pada depresi, gangguan kecemasan, hingga gangguan kesuburan. Oleh karena itu penting untk mengurangi stress, sehingga kita dapat menjaga kesehatan reproduksi kita. Banyak cara menghindari stress, mulailah melakukan apa yang membuat kita nyaman dan olahraga merupakan salah satu solusi yang manjur.
4. Jaga berat badan, seorang bidan dapat menjadi penasehat gizi sekaligus penasehat diet yang tepat. Karena berat badan yang ideal akan menjaga kesehatan tubuh yang prima, sebaliknya berat badan berlebih dapat menganggu ovulasi dan produksi hormon yang mengatur tingkat kesuburan seorang wanita.
5. Lakukan kebiasaan sehat lainnya, para bidan dapat menyarankan agar para ibu dan remaja putri selalu dapat :
- Berhenti merokok karena dapat mengurangi jumlah dan kualitas sel telur serta menganggu               kesehatan rahim.
- Hindari minuman beralkohol, karena dapat meningkatkan resiko gangguan ovulasi.
- Istirahat yang cukup, dapat menjaga kondisi tubuh tetap fit dan sehat
- Hindari penggunaan obat-obatan dan suplemen di luar anjuran dan pengawasan tenaga medis
- Gunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan
- Hindari perilaku seks berisiko seperti berganti pasangan yang dapat menyebabkan menyakit menular seksual
Demikianlah beberapa tips kesehatan perempuan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan semoga para bidan yang menjadi garda terdepan kesehatan bagi perempuan dan anak dapat terus berkiprah dengan semangat pengabdian yang tinggi dan pantang menyerah. Khususnya para bidan desa untuk memperkecil angka kematian ibu dan bayi serta terus mengedukasi tata cara hidup sehat kepada masyarakat, terkhusus para remaja putri dan ibu agar tetap menjaga kesehatannya dengan memperbanyak membaca dan mencari tahu informasi tentang literasi kesehatan perempuan. Salam literasi

Selasa, 23 Juni 2020

Jakarta dan Literasi Keberagaman


Jakarta dan Literasi Keberagaman
Oleh : Rina Devina

Tepat hari ini Kota Jakarta merayakan hari jadinya yang ke-493. Ya, Hari ulang tahun Jakarta jatuh pada tanggal 22 Juni setiap tahunnya. Sudah tua ternyata usia Jakarta, sudah banyak juga peristiwa dan sejarah yang ditorehkannya. Mulai dari sejarah hidup manusianya sampai sejarah perpolitikan Negara Indonesia semua bermuara di Jakarta. Jakarta adalah kota yang penuh dengan dinamika kehidupan.
Sebelum memiliki nama Jakarta, kota Jakarta telah beberapa kali mengalami pergantian nama, mulai dari bernama Sunda Kelapa ketika masih berada dalam pemerintahan Kerajaan Sunda. Memiliki nama Jayakarta pada masa pemerintahan Raden Fatahillah dan menjadi Batavia selama masa pemerintahan kolonial Belanda. Dan terakhir nama Batavia digantikan oleh bangsa Jepang menjadi Jakarta seperti saat ini.
Semasa kemerdekaan Indonesia Jakarta di beri label sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta memiliki luas sekitar 664.01 km persegi, dengan jumlah penduduk mencapai 10.557.810 jiwa (2019). Wilayah metropolitan Jakarta yang meliputi JABODETABEK (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi) berpenduduk sekitar 28 juta jiwa yang merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.
Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak tersebut, Jakarta menjadi pusat peradaban Indonesia. Jakarta adalah tempat bagi berbagai etnis di daerah seluruh Indonesia berkumpul, karena di Jakarta berdiri berbagai pusat bisnis dan pemerintahan. Dengan kondisi yang multi etnis ini, maka Jakarta juga menjadi memiliki multi kultur yang membaurkan segala kepentingan pribadi dan kesukuan pada satu tata nilai nasional yaitu Indonesia.
Sebagai representasi dari miniatur Indonesia yang merangkum berbagai budaya bangsa, Jakarta rentan terhadap terjadinya perpecahan karena perbedaan cara pandang atau persepsi antar etnis yang memiliki pemaknaan yang beda akan sesuatu hal. Namun kenyataannya Jakarta masih dapat mewadahi semua perbedaan tersebut dalam kerukunan yang abadi hingga kini, hanya kejadian kerusuhan 1998 yang sedikit mencoreng nama baik Jakarta dalam mengayomi warga yang multi etnis di Indonesia ini.
Ternyata, ada beberapa simbol atau icon Jakarta yang menjadi alasan mengapa Jakarta dapat menjadi wadah yang tepat dalam menjaga keberagaman atau kebhinekaan Indonesia. Beberapa simbol atau icon yang ada di Jakarta yang telah menjadi pemersatu warga di Jakarta adalah :
Masjid Istiglal
Walaupun Masjid Istiqlal adalah tempat ibadah umat muslim, namun tahukan anda bahwa yang merancang masjid tersebut adalah seorang non muslim? Ya, perancang Masjid Istiqlal adalah Seorang yang beragama Kristen Protestan yang bernama Friedrich Silaban, seorang anak Pendeta. Yang memenangkan sayembara untuk mendesain Masjid Istiqlal pada tahun 1955. Selain itu, lokasi Masjid Istiqlal yang berseberangan dengan Gereja katedral Jakarta selalu mempraktekkan toleransi yang tinggi bagi para pemeluk agama lain yang ingin beribadah. Para pengurus kedua rumah ibadah ini juga sepakat untuk saling membantu dalam pelaksanaan ibadah dan saling tolong menolong serta menghormati dalam melangsungkan ibadah secara berdampingan dengan damai. Pernah suatu waktu kejadian hari Raya Lebaran jatuh pada hari Minggu dan pihak Gereja Katedral meniadakan ibadah pagi dan diganti dengan membantu perayaan sholat Ied, dan begitu pula ketika merayakan ibadah Natal, pihak Masjid Istiqlal sengaja meluangkan lahan parkir khusus untuk jamaah Gereja Katedral. Sungguh sangat damai dan menyejukkan tentunya.
Ahok
Warga Negara Indonesia, khususnya penduduk Jakarta telah ratusan tahun memiliki modal dasar toleransi dan keberagaman, khususnya kelenturan sosial hidup berdampingan secara damai. Keragaman ini tentu perlu terus menerus dipupuk dan dirawat. Mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama yang akrab disapa Ahok selalu dikaitkan sebagai simbol keberagaman di Jakarta. Khususnya ketika berhasil menjadi wakil Gubernur Jakarta, karena seperti kita ketahui Ahok berasal dari daerah di luar Jakarta dan bukanlah etnis asli bangsa Indonesia. Dua hal ini cukup membuktikan bahwa keberagaman masih dijunjung tinggi di Jakarta. Ahok pribadipun memiliki sikap keberagaman yang tinggi, hal ini tercermin dari sikapnya yang menolak mengajukan banding ketika menerima putusan tahanan dua tahun penjara atas dirinya kerana bersalah dalam kasus pelecehan agama. Alasan Ahok menolak banding adalah karena dirinya lebih mempertimbangkan kondisi negeri ini, khususnya Jakarta agar kembali kondusif dan bebas dari aksi demo warga yang pro ataupun kontra terhadap dirinya, sehingga rentan menimbulkan kemacetan dan berimplikasi kepada perekonomian Negara pada waktu itu.
Taman Mini Indonesia Indah
Taman Mini Indonesia Indah atau biasa disingkat dengan TMII ini adalah merupakan kawasan taman wisata yang memiliki konsep pengenalan budaya Indonesia. Terletak di kawasan Jakarta Timur dan dibangun di area seluas 1.5 kilometer persegi. TMII merangkum semua seni dan kebudayaan dari seluruh kepulauan yang ada di Indonesia, sehingga TMII sering disebut sebagai miniatur Negara Kesatuan Republik Indonnesia. Didirikan sejak 1972, TMII dimaksudkan sebagai tempat rekreasi edukatif bagi para pengunjung, khususnya tentang kebudayaan yang ada di nusantara serta berbagai keberagamannya. Bagian yang paling menggambarkan keragaman di TMII adalah pada bagian Anjungan Daerah yang menggambarkan budaya suku-suku dari 34 provinsi di Indonesia serta rumah adatnya, dan bagian tempat ibadah yang mengambarkan 7 agama-agama besar di Indonesia termasuk diantaranya adalah aliran kepercayaan dan kebatinan yang hanya bisa ditemukan di Indonesia yaitu pada gedung Sasano Adiroso Pangeran Sambernyowo. Gedung ini adalah representasi dari tempat ibadah kaum penghayat aliran kepercayaan dan kebatinan yang sering kita sebut sebagai aliran Kejawen.
Stadion Utama Gelora Bung Karno
Adalah sebuah stadion serbaguna di Jakarta yang merupakan bagian dari kompleks olahraga Gelanggang Olahraga Bung Karno. Gedung ini adalah pusat penyelenggaraan berbagai even-even olahraga nasional dan internasional. Kadangkala gedung ini juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan kesenian atau even berbau kebudayaan lainnya. Stadion GBK sering dijadikan sebagai icon keberagaman bangsa Indonesia tatkala menyelenggarakan even-even olahraga karena biasanya penonton dari berbagai daerah dan Negara dapat tumpah ruah dalam gedung yang sangat luas tersebut. Even terakhir yang mempresentasikan semangat keberagaman atau Bhineka Tunggal Ika adalah ketika pelaksanaan Asian Para Games tahun 2018. Keberagaman diperlihatkan dari mulai pembukaan yang menampilkan tari-tarian dan mascot yang menggambarkan keberagaman di Indonesia. Karena, seperti kita ketahui bahwa olahraga adalah bahasa universal untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi, keadilan, perdamaian, serta kesetaraan. Stadion GBK mempresentasikan nilai keberagaman dalam sektor olahraga di Indonesia
Masjid Angke (Tambora)
Masjid Jami Al-Anwar atau masjid Angke di Tambora mencerminkan cerita tentang keberagaman yang ada di daerah Jakarta lainnya. Masjid yang dibangun pada 1761 itu kental dengan perpaduan budaya China, Jawa, Bali dan Eropa yang tampak pada sejumlah bagunan yang ada di eksterior maupun interior masjid tersebut. Ragam budaya yang menyatu dalam bangunan arsitektur tersebut menjadi cerminan kehidupan masyarakat pada masa itu. Perbedaan suku dan budaya tidak menjadi penghalang bahkan menjadi pemersatu dan tertuang dalam bangunan bersejarah yang pada tanggal 10 Januari 1972 ditetapkan sebagai cagar budaya. Masjid ini sekarang menjadi saksi bisu tentang fakta sejarah yang mencerminkan keberagaman etnik yang ada di Indonesia khususnya Jakarta dapat hidup damai dalam perbedaan.
Demikianlah beberapa icon simbol keberagaman budaya yang ada di kota Jakarta, semoga dengan adanya bukti dan fakta sejarah yang masih kokoh berdiri hingga kini dapat menjadi pemicu bagi kita untuk terus memelihara modal keberagaman yang ada sehingga dapat menjadi suatu potensi yang besar demi kemajuan Indonesia, khususnya Jakarta. Semoga Jakarta tetap damai dan semakin maju dan menjadi salah satu kota kelas dunia yang modern, religious dan madani dengan mengedepankan literasi keberagamannya. Salam literasi
Penulis adalah Pustakawan pada Kanwil kemenkumham Sumut




Senin, 22 Juni 2020

Hari Krida Pertanian dan Literasi Informasi Petani


Hari Krida Pertanian dan Literasi Informasi Petani
Oleh : Rina Devina
Hai sobat literasi, tahukah anda bahwa tepat hari ini tanggal 21 Juni selalu diperingati sebagai Hari Krida Pertanian? Apa pula itu? Ya, Hari Krida Pertanian (HKP) adalah hari besarnya masyarakat di dunia pertanian. Peringatan HKP ini telah dilakukan sejak tahun 1972 dan tahun ini memasuki peringatan yang ke 48 tahun.
HKP senantiasa diperingati oleh segenap masyarakat pertanian seperti para petani, peternak, pegawai, dan pengusaha yang bergerak di sektor pertanian yang telah bekerja keras dalam menyediakan bahan pangan bagi seluruh masyarakat dan turut menghasilkan berbagai komoditas produk pertanian lainnya.
Penetapan tanggal 21 Juni sendiri didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tanggal tersebut ditinjau dari segi astronomis, matahari yang memberikan tenaga kehidupan bagi tumbuhan, hewan dan manusia, berada pada garis balik utara (23,50 lintang utara) di mana pada saat itu terjadi pergantian iklim yang seirama dengan perubahan-perubahan usaha kegiatan pertanian.
Selain itu, HKP ini juga dimaknai sebagai momentum untuk terus melakukan mawas diri bagi semua insan pertanian untuk melakukan instropeksi terhadap semua kekurangan dan kesalahan atau kegagalan, serta terus selalu mengupayakan perbaikan dan peningkatan dalam sektor pertanian di masa yang akan datang.
Peringatan HKP merupakan hari yang penting bagi masyarakat pertanian untuk selalu bersyukur, berbangga hati dan sekaligus meningkatkan dharma bhakti kepada alam dan masyarakat. HKP biasanya diisi dengan pemberian penghargaan kepada orang, keluarga atau masyarakat yang dinilai berjasa dan berprestasi dalam pembangunan bangsa dan Negara, khususnya dalam bidang pertanian.
Inti dari perayaan HKP ini adalah bahwa sebagai bangsa yang bermartabat, Indonesia harus mampu mandiri di bidang pangan. Kekuatan sumber daya pertanian harus mampu dikembangkan untuk mencapai kedaulatan pangan. Untuk mencapai kedaulatan pangan dibutuhkan suatu usaha yang dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani, salah satu ihktiarnya adalah dengan cara peningkatan literasi informasi pertanian.
Literasi Informasi Petani
Literasi informasi untuk petani mutlak diperlukan agar para petani dapat menyelesaikan semua permasalahan dan tantangan pertanian yang dihadapinya. Masyarakat petani cenderung memiliki kebutuhan informasi tentang berbagai sarana dan prasarana produksi padi dan tanaman lainnya, berbagai akses informasi pasar, informasi pasca panen dan informasi lain yang terkait dunia pertanian.
Kegagalan atau kendala yang sering dialami petani seumpama gagal panen atau nilai jual hasil yang rendah adalah karena petani kita belum terbiasa mencari informasi dan solusi dari luar bidangnya. Selain itu petani kita juga belum terbiasa mencatat dan mendokumentasikan setiap hal yang dilakukan atau dialaminya selama melakukan kegiatan pertanian.
Kegiatan pencatatan atau dokumentasi ini perlu agar dapat mengetahui dengan detail kapan periode tanam sampai panen yang efektif, karena kondisi alam sangat mempengaruhi periode ini, juga mengenai masalah tinggi atau rendahnya harga jual dapat diatasi dengan mulai menata ulang dan mendesain teknik pertanian yang lebih canggih dan efisien tentunya berbasis informasi yang lebih terpercaya dari sumbernya, yaitu pakar pertanian yang dapat kita jumpai melalui berbagai buku-buku pertanian yang ada di perpustakaan.
Pada dasarnya literasi informasi bukan hal yang baru, apalagi pada era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, literasi informasi merupakan tuntutan keterampilan yang harus dimiliki setiap orang termasuk para petani. Para petani dapat mulai mengakses informasi seputar pertanian dengan memanfaatkan berbagai media yang ada seperti media kelompok, media massa, bahkan media sosial.
Dalam hal ini maka Kementerian Pertanian harus dapat menjadi Pembina dan guru yang baik bagi para petani agar mereka bisa bertranformasi dari petani tradisional menjadi petani modern yang terbiasa dan cinta dengan budaya literasi informasi. Para pemangku kepentingan di sektor pertanian seperti peneliti, pembuat kebijakan dan penyuluh pertanian dapat berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup dan mendorong literasi informasi bagi para petani.
Petani yang memiliki kemampuan literasi informasi yang baik dapat berpikir lebih kritis serta akan aktif berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, karena petani bukan hanya pemasok utama bahan baku pertanian, tetapi juga dapat menjadi pemilik indusri pertanian sekaligus.
Oleh karena itu petani sangat perlu dapat memahami cara mengakses informasi yang tepat agar dapat mengurangi proses atau waktu pembusukan hasil-hasil pertanian, belajar strategi pemasaran, mempelajari tehnik packaging, dan menyiapkan strategi penyimpanan untuk menjaga ketahanan pangan dan hasil pertanian sepanjang tahun (Sokoya et al.,2014).
Jadi jelaslah sudah, bahwa ketika petani aktif melakukan kegiatan literasi informasi, petani dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada dalam bidang pertanian. Dapat dengan mudah menemukan berbagai inovasi untuk mengoptimalkan produksi dan pengolahan hasil pertanian, serta mulai memasang strategi pemasaran tertentu untuk meningkatkan nilai jual produksinya.
Karena dengan literasi infomasi, mereka para petani secara mandiri dapat mencari infomasi yang di butuhkannya dan diharapkan memiliki kompetensi dalam literasi informasi sehingga sangat berguna bagi pemenuhan pangan dan pemerataan hasil pertanian ke seluruh wilayah Indonesia, dan dapat membantu terciptanya kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani secara bersamaan. Salam literasi.
Penulis adalah Pustakawan pada Kanwil Kemenkumham Sumut.


Jumat, 19 Juni 2020

Literasi Demam Berdarah Dengue


Literasi Demam Berdarah Dengue
Oleh : Rina Devina
Siapa yang tidak kenal dengan Demam Berdarah Dengue atau biasa kita menyebutnya sebagai DBD?. Ya, semua orang pasti tahu, bahkan anak kecil sekalipun. Tapi tak banyak yang tahu kalau sekarang, tepat hari ini tanggal 15 Juni adalah Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN atau ASEAN Dengue Day yang digagas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 di Hanoi, Vietnam pada tanggal 30 Oktober 2010. Dan Indonesia menjadi salah satu pelopor pada peringatan Hari Dengue ASEAN pada 15 Juni 2011.
 “Deklarasi Jakarta melawan DBD” disepakati oleh 11 negara ASEAN yang hadir saat itu. Inti dari kesepakatan itu adalah bahwa DBD termasuk salah satu penyakit menular prioritas. Peringatan Hari Dengue ASEAN ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya dari penyakit demam berdarah dengue secara berkelanjutan dan memperkuat kerjasama dan komitmen regional dalam upaya pengendalian DBD di antara Negara-negara ASEAN.
Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penderita DBD yang cenderung mengalami kenaikan pada awal tahun karena tingginya curah hujan. Data ini memperlihatkan betapa DBD masih menjadi ancaman dan momok yang serius bagi bangsa Indonesia. Walaupun setiap tanggal 22 April Indonesia juga memperingati Hari Demam Berdarah Nasional, namun masih diperlukan berbagai langkah sosialisasi dan aksi lainnya agar masyarakat dapat sadar tentang bahaya DBD.
Salah satu langkah yang dapat diambil dalam rangka menghambat dan mencegah penularan DBD adalah dengan edukasi berbasis literasi. Semua elemen masyarakat dapat mengambil peran ini. Mulai dari penyuluh kesehatan, para petugas medis, guru disekolah bahkan pustakawan dan profesi apapun kita dapat berbuat dan mengambil langkah dengan cara memberi informasi dan pencerahan tentang bahaya DBD dan cara pencegahan dan penanggulangannya.
Salah satu upaya dalam edukasi literasi adalah dengan memanfaatkan media sosial, bagi perpustakaan yang memiliki fasilitas akses digital, mungkin bisa dengan mengadakan virtual conference tentang isu DBD, namun bagi perpustakaan yang belum berbasisis digital dapat menyuarakan literasi dengan media massa atau media lainnya yang dapat menjadi penyambung lidah dalam usaha menyampaikan literasi kesehatan utamanya tentang DBD, khususnya di momen istimewa hari ini.
Literasi Seputar DBD
DBD adalah infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus ini masuk ke dalam tubuh seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Gejala yang muncul saat seseorang positif terinfeksi DBD adalah : demam mendadak tinggi, mual, muntah, nyeri sendi, nyeri kepala, hingga penurunan nafsu makan. Selain itu, penderita DBD juga bisa mengalami tanda lain seperti munculnya bintik-bintik merah pada kulit serta pendarahan pada gusi dan hidung.
Ada beberapa orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi DBD, diantara pemicunya adalah : umur, imunitas, genetik, geografis, iklim, faktor lingkungan, pernah mengalami infeksi virus dengue sebelumnya, tinggal atau pernah bepergian ke daerah tropis dan bayi/anak-anak atau lanjut usia dan orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah.
Gejala umum DBD dapat timbul 4-7 hari sejak gigitan pertama nyamuk dan dapat berlangsung selama 10 hari. Diagnosa demam berdarah dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik dan wawancara medis, selain itu diperlukan pemeriksaan penunjuang lain seperti pemeriksaan darah di laboratorium tentunya. Ketika DBD tidak segera ditangani, akan menimbulkan komplikasi yang akan mengakibatkan gangguan fungsi organ tubuh lainnya sehingga dapat berujung kepada kematian.
Ada beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk mencegah penularan DBD, diantaranya :
a.       Anak usia 9-16 tahun seharusnya sudah divaksiansi dengue sebanyak 3 kali dengan jarak 6 bulan
b.      Memberantas sarang nyamuk dengan Fogging
c.       Menguras bak mandi minimal setiap minggu
d.      Menutup rapat tempat penampungan air
e.       Mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi tempat kembang biak nyamuk
f.        Mengatur tingkat cahaya yang cukup di dalam rumah/ruangan
g.       Memasang kawat anti nyamuk di ventilasi rumah/ruangan
h.       Menaburkan bubuk abate pada penampungan air yang sulit untuk dilakukan pengurasan
i.         Menggunakan kelambu saat tidur
j.        Mengurangi/menghentikan kebiasaan menggantung pakaian
k.      Menghindari wilayah daerah yang rentan terjadi infeksi DBD
l.         Mengenakan pakaian yang longgar
m.     Menggunakan krim atau lotion yang akan menjauhkan gangguan nyamuk
Sebenarnya, selain DBD ada penyakit lain yang dapat disebabkan oleh gigitan nyamuk, beberapa diantara yang sudah terdeteksi yaitu :
1.      Zika, Virus ini termasuk penyakit berbahaya lain yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Virus ini pertama kali tereteksi di hutan Zika di daerah Uganda. Kasus pertama penyakit ini ditemukan di wilayah Afrika dan Asia, tetapi dalam beberapa dekade terakhir telah menyebar ke wilayah Amerika, terutama di periode tahun 2015-2016.
2.      Chikungunya, adalah virus yang ditularkan oleh spesies nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini pertama kali ditemukan di wilayah Tanzania pada tahun 1952. Nama Chikungunya sendiri diadaptasi dari nama etnis Mokonde yang berarti ‘membungkuk’ yang sesuai dengan postur tubuh penderita yang selalu membungkuk akibat menahan nyeri sendi seperti terkena penyakit reumatik.
3.      Malaria, adalah salah satu penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kematian yang ditularkan oleh nyamuk. Malaria di sebabkan oleh sejenis parasit bernama plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk malaria yang dikenal dengan spesies nyamuk Anopheles. Parasit jenis ini berkembang biak di hati orang yang terinfeksi sebelum menginfeksi dan menghancurkan sel darah merah.
Beberapa upaya sudah dilakukan Pemerintah untuk menangani masalah DBD adalah dengan terus melakukan penyuluhan, penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk karantina. Namun sebagai seorang pustakawan dan sekaligus masyarakat yang prihatin dengan kondisi ini atau apapun profesi kita, kita dapat melakukan upaya edukasi dengan kapasitas yang kita miliki, salah satunya adalah dengan literasi kesehatan DBD seperti ini. Salam Literasi
Penulis adalah Pustakawan pada Kanwil Kemenkumham Sumut