Jakarta dan Literasi Keberagaman
Oleh : Rina Devina
Tepat
hari ini Kota Jakarta merayakan hari jadinya yang ke-493. Ya, Hari ulang tahun
Jakarta jatuh pada tanggal 22 Juni setiap tahunnya. Sudah tua ternyata usia
Jakarta, sudah banyak juga peristiwa dan sejarah yang ditorehkannya. Mulai dari
sejarah hidup manusianya sampai sejarah perpolitikan Negara Indonesia semua
bermuara di Jakarta. Jakarta adalah kota yang penuh dengan dinamika kehidupan.
Sebelum
memiliki nama Jakarta, kota Jakarta telah beberapa kali mengalami pergantian
nama, mulai dari bernama Sunda Kelapa ketika masih berada dalam pemerintahan
Kerajaan Sunda. Memiliki nama Jayakarta pada masa pemerintahan Raden Fatahillah
dan menjadi Batavia selama masa pemerintahan kolonial Belanda. Dan terakhir nama
Batavia digantikan oleh bangsa Jepang menjadi Jakarta seperti saat ini.
Semasa
kemerdekaan Indonesia Jakarta di beri label sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI
Jakarta memiliki luas sekitar 664.01 km persegi, dengan jumlah penduduk mencapai
10.557.810 jiwa (2019). Wilayah metropolitan Jakarta yang meliputi JABODETABEK
(Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi) berpenduduk sekitar 28 juta jiwa yang merupakan
metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.
Dengan
jumlah penduduk yang sangat banyak tersebut, Jakarta menjadi pusat peradaban
Indonesia. Jakarta adalah tempat bagi berbagai etnis di daerah seluruh
Indonesia berkumpul, karena di Jakarta berdiri berbagai pusat bisnis dan pemerintahan.
Dengan kondisi yang multi etnis ini, maka Jakarta juga menjadi memiliki multi
kultur yang membaurkan segala kepentingan pribadi dan kesukuan pada satu tata
nilai nasional yaitu Indonesia.
Sebagai
representasi dari miniatur Indonesia yang merangkum berbagai budaya bangsa,
Jakarta rentan terhadap terjadinya perpecahan karena perbedaan cara pandang
atau persepsi antar etnis yang memiliki pemaknaan yang beda akan sesuatu hal.
Namun kenyataannya Jakarta masih dapat mewadahi semua perbedaan tersebut dalam
kerukunan yang abadi hingga kini, hanya kejadian kerusuhan 1998 yang sedikit
mencoreng nama baik Jakarta dalam mengayomi warga yang multi etnis di Indonesia
ini.
Ternyata,
ada beberapa simbol atau icon Jakarta yang menjadi alasan mengapa Jakarta dapat
menjadi wadah yang tepat dalam menjaga keberagaman atau kebhinekaan Indonesia.
Beberapa simbol atau icon yang ada di Jakarta yang telah menjadi pemersatu
warga di Jakarta adalah :
Masjid Istiglal
Walaupun
Masjid Istiqlal adalah tempat ibadah umat muslim, namun tahukan anda bahwa yang
merancang masjid tersebut adalah seorang non muslim? Ya, perancang Masjid
Istiqlal adalah Seorang yang beragama Kristen Protestan yang bernama Friedrich
Silaban, seorang anak Pendeta. Yang memenangkan sayembara untuk mendesain
Masjid Istiqlal pada tahun 1955. Selain itu, lokasi Masjid Istiqlal yang berseberangan
dengan Gereja katedral Jakarta selalu mempraktekkan toleransi yang tinggi bagi
para pemeluk agama lain yang ingin beribadah. Para pengurus kedua rumah ibadah
ini juga sepakat untuk saling membantu dalam pelaksanaan ibadah dan saling tolong
menolong serta menghormati dalam melangsungkan ibadah secara berdampingan
dengan damai. Pernah suatu waktu kejadian hari Raya Lebaran jatuh pada hari
Minggu dan pihak Gereja Katedral meniadakan ibadah pagi dan diganti dengan
membantu perayaan sholat Ied, dan begitu pula ketika merayakan ibadah Natal, pihak
Masjid Istiqlal sengaja meluangkan lahan parkir khusus untuk jamaah Gereja
Katedral. Sungguh sangat damai dan menyejukkan tentunya.
Ahok
Warga
Negara Indonesia, khususnya penduduk Jakarta telah ratusan tahun memiliki modal
dasar toleransi dan keberagaman, khususnya kelenturan sosial hidup berdampingan
secara damai. Keragaman ini tentu perlu terus menerus dipupuk dan dirawat.
Mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama yang akrab disapa Ahok selalu
dikaitkan sebagai simbol keberagaman di Jakarta. Khususnya ketika berhasil
menjadi wakil Gubernur Jakarta, karena seperti kita ketahui Ahok berasal dari daerah
di luar Jakarta dan bukanlah etnis asli bangsa Indonesia. Dua hal ini cukup
membuktikan bahwa keberagaman masih dijunjung tinggi di Jakarta. Ahok
pribadipun memiliki sikap keberagaman yang tinggi, hal ini tercermin dari
sikapnya yang menolak mengajukan banding ketika menerima putusan tahanan dua
tahun penjara atas dirinya kerana bersalah dalam kasus pelecehan agama. Alasan
Ahok menolak banding adalah karena dirinya lebih mempertimbangkan kondisi
negeri ini, khususnya Jakarta agar kembali kondusif dan bebas dari aksi demo
warga yang pro ataupun kontra terhadap dirinya, sehingga rentan menimbulkan kemacetan
dan berimplikasi kepada perekonomian Negara pada waktu itu.
Taman Mini Indonesia Indah
Taman
Mini Indonesia Indah atau biasa disingkat dengan TMII ini adalah merupakan
kawasan taman wisata yang memiliki konsep pengenalan budaya Indonesia. Terletak
di kawasan Jakarta Timur dan dibangun di area seluas 1.5 kilometer persegi.
TMII merangkum semua seni dan kebudayaan dari seluruh kepulauan yang ada di
Indonesia, sehingga TMII sering disebut sebagai miniatur Negara Kesatuan
Republik Indonnesia. Didirikan sejak 1972, TMII dimaksudkan sebagai tempat
rekreasi edukatif bagi para pengunjung, khususnya tentang kebudayaan yang ada
di nusantara serta berbagai keberagamannya. Bagian yang paling menggambarkan
keragaman di TMII adalah pada bagian Anjungan Daerah yang menggambarkan budaya
suku-suku dari 34 provinsi di Indonesia serta rumah adatnya, dan bagian tempat
ibadah yang mengambarkan 7 agama-agama besar di Indonesia termasuk diantaranya
adalah aliran kepercayaan dan kebatinan yang hanya bisa ditemukan di Indonesia
yaitu pada gedung Sasano Adiroso Pangeran Sambernyowo. Gedung ini adalah
representasi dari tempat ibadah kaum penghayat aliran kepercayaan dan kebatinan
yang sering kita sebut sebagai aliran Kejawen.
Stadion Utama Gelora Bung Karno
Adalah
sebuah stadion serbaguna di Jakarta yang merupakan bagian dari kompleks
olahraga Gelanggang Olahraga Bung Karno. Gedung ini adalah pusat
penyelenggaraan berbagai even-even olahraga nasional dan internasional. Kadangkala
gedung ini juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan kesenian atau even
berbau kebudayaan lainnya. Stadion GBK sering dijadikan sebagai icon
keberagaman bangsa Indonesia tatkala menyelenggarakan even-even olahraga karena
biasanya penonton dari berbagai daerah dan Negara dapat tumpah ruah dalam gedung
yang sangat luas tersebut. Even terakhir yang mempresentasikan semangat keberagaman
atau Bhineka Tunggal Ika adalah ketika pelaksanaan Asian Para Games tahun 2018.
Keberagaman diperlihatkan dari mulai pembukaan yang menampilkan tari-tarian dan
mascot yang menggambarkan keberagaman di Indonesia. Karena, seperti kita
ketahui bahwa olahraga adalah bahasa universal untuk mempromosikan nilai-nilai
toleransi, keadilan, perdamaian, serta kesetaraan. Stadion GBK mempresentasikan
nilai keberagaman dalam sektor olahraga di Indonesia
Masjid Angke (Tambora)
Masjid
Jami Al-Anwar atau masjid Angke di Tambora mencerminkan cerita tentang
keberagaman yang ada di daerah Jakarta lainnya. Masjid yang dibangun pada 1761
itu kental dengan perpaduan budaya China, Jawa, Bali dan Eropa yang tampak pada
sejumlah bagunan yang ada di eksterior maupun interior masjid tersebut. Ragam
budaya yang menyatu dalam bangunan arsitektur tersebut menjadi cerminan kehidupan
masyarakat pada masa itu. Perbedaan suku dan budaya tidak menjadi penghalang
bahkan menjadi pemersatu dan tertuang dalam bangunan bersejarah yang pada
tanggal 10 Januari 1972 ditetapkan sebagai cagar budaya. Masjid ini sekarang
menjadi saksi bisu tentang fakta sejarah yang mencerminkan keberagaman etnik
yang ada di Indonesia khususnya Jakarta dapat hidup damai dalam perbedaan.
Demikianlah
beberapa icon simbol keberagaman budaya yang ada di kota Jakarta, semoga dengan
adanya bukti dan fakta sejarah yang masih kokoh berdiri hingga kini dapat
menjadi pemicu bagi kita untuk terus memelihara modal keberagaman yang ada sehingga
dapat menjadi suatu potensi yang besar demi kemajuan Indonesia, khususnya
Jakarta. Semoga Jakarta tetap damai dan semakin maju dan menjadi salah satu
kota kelas dunia yang modern, religious dan madani dengan mengedepankan
literasi keberagamannya. Salam literasi
Penulis
adalah Pustakawan pada Kanwil kemenkumham Sumut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar