Selasa, 23 Juni 2020

Jakarta dan Literasi Keberagaman


Jakarta dan Literasi Keberagaman
Oleh : Rina Devina

Tepat hari ini Kota Jakarta merayakan hari jadinya yang ke-493. Ya, Hari ulang tahun Jakarta jatuh pada tanggal 22 Juni setiap tahunnya. Sudah tua ternyata usia Jakarta, sudah banyak juga peristiwa dan sejarah yang ditorehkannya. Mulai dari sejarah hidup manusianya sampai sejarah perpolitikan Negara Indonesia semua bermuara di Jakarta. Jakarta adalah kota yang penuh dengan dinamika kehidupan.
Sebelum memiliki nama Jakarta, kota Jakarta telah beberapa kali mengalami pergantian nama, mulai dari bernama Sunda Kelapa ketika masih berada dalam pemerintahan Kerajaan Sunda. Memiliki nama Jayakarta pada masa pemerintahan Raden Fatahillah dan menjadi Batavia selama masa pemerintahan kolonial Belanda. Dan terakhir nama Batavia digantikan oleh bangsa Jepang menjadi Jakarta seperti saat ini.
Semasa kemerdekaan Indonesia Jakarta di beri label sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta memiliki luas sekitar 664.01 km persegi, dengan jumlah penduduk mencapai 10.557.810 jiwa (2019). Wilayah metropolitan Jakarta yang meliputi JABODETABEK (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi) berpenduduk sekitar 28 juta jiwa yang merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.
Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak tersebut, Jakarta menjadi pusat peradaban Indonesia. Jakarta adalah tempat bagi berbagai etnis di daerah seluruh Indonesia berkumpul, karena di Jakarta berdiri berbagai pusat bisnis dan pemerintahan. Dengan kondisi yang multi etnis ini, maka Jakarta juga menjadi memiliki multi kultur yang membaurkan segala kepentingan pribadi dan kesukuan pada satu tata nilai nasional yaitu Indonesia.
Sebagai representasi dari miniatur Indonesia yang merangkum berbagai budaya bangsa, Jakarta rentan terhadap terjadinya perpecahan karena perbedaan cara pandang atau persepsi antar etnis yang memiliki pemaknaan yang beda akan sesuatu hal. Namun kenyataannya Jakarta masih dapat mewadahi semua perbedaan tersebut dalam kerukunan yang abadi hingga kini, hanya kejadian kerusuhan 1998 yang sedikit mencoreng nama baik Jakarta dalam mengayomi warga yang multi etnis di Indonesia ini.
Ternyata, ada beberapa simbol atau icon Jakarta yang menjadi alasan mengapa Jakarta dapat menjadi wadah yang tepat dalam menjaga keberagaman atau kebhinekaan Indonesia. Beberapa simbol atau icon yang ada di Jakarta yang telah menjadi pemersatu warga di Jakarta adalah :
Masjid Istiglal
Walaupun Masjid Istiqlal adalah tempat ibadah umat muslim, namun tahukan anda bahwa yang merancang masjid tersebut adalah seorang non muslim? Ya, perancang Masjid Istiqlal adalah Seorang yang beragama Kristen Protestan yang bernama Friedrich Silaban, seorang anak Pendeta. Yang memenangkan sayembara untuk mendesain Masjid Istiqlal pada tahun 1955. Selain itu, lokasi Masjid Istiqlal yang berseberangan dengan Gereja katedral Jakarta selalu mempraktekkan toleransi yang tinggi bagi para pemeluk agama lain yang ingin beribadah. Para pengurus kedua rumah ibadah ini juga sepakat untuk saling membantu dalam pelaksanaan ibadah dan saling tolong menolong serta menghormati dalam melangsungkan ibadah secara berdampingan dengan damai. Pernah suatu waktu kejadian hari Raya Lebaran jatuh pada hari Minggu dan pihak Gereja Katedral meniadakan ibadah pagi dan diganti dengan membantu perayaan sholat Ied, dan begitu pula ketika merayakan ibadah Natal, pihak Masjid Istiqlal sengaja meluangkan lahan parkir khusus untuk jamaah Gereja Katedral. Sungguh sangat damai dan menyejukkan tentunya.
Ahok
Warga Negara Indonesia, khususnya penduduk Jakarta telah ratusan tahun memiliki modal dasar toleransi dan keberagaman, khususnya kelenturan sosial hidup berdampingan secara damai. Keragaman ini tentu perlu terus menerus dipupuk dan dirawat. Mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama yang akrab disapa Ahok selalu dikaitkan sebagai simbol keberagaman di Jakarta. Khususnya ketika berhasil menjadi wakil Gubernur Jakarta, karena seperti kita ketahui Ahok berasal dari daerah di luar Jakarta dan bukanlah etnis asli bangsa Indonesia. Dua hal ini cukup membuktikan bahwa keberagaman masih dijunjung tinggi di Jakarta. Ahok pribadipun memiliki sikap keberagaman yang tinggi, hal ini tercermin dari sikapnya yang menolak mengajukan banding ketika menerima putusan tahanan dua tahun penjara atas dirinya kerana bersalah dalam kasus pelecehan agama. Alasan Ahok menolak banding adalah karena dirinya lebih mempertimbangkan kondisi negeri ini, khususnya Jakarta agar kembali kondusif dan bebas dari aksi demo warga yang pro ataupun kontra terhadap dirinya, sehingga rentan menimbulkan kemacetan dan berimplikasi kepada perekonomian Negara pada waktu itu.
Taman Mini Indonesia Indah
Taman Mini Indonesia Indah atau biasa disingkat dengan TMII ini adalah merupakan kawasan taman wisata yang memiliki konsep pengenalan budaya Indonesia. Terletak di kawasan Jakarta Timur dan dibangun di area seluas 1.5 kilometer persegi. TMII merangkum semua seni dan kebudayaan dari seluruh kepulauan yang ada di Indonesia, sehingga TMII sering disebut sebagai miniatur Negara Kesatuan Republik Indonnesia. Didirikan sejak 1972, TMII dimaksudkan sebagai tempat rekreasi edukatif bagi para pengunjung, khususnya tentang kebudayaan yang ada di nusantara serta berbagai keberagamannya. Bagian yang paling menggambarkan keragaman di TMII adalah pada bagian Anjungan Daerah yang menggambarkan budaya suku-suku dari 34 provinsi di Indonesia serta rumah adatnya, dan bagian tempat ibadah yang mengambarkan 7 agama-agama besar di Indonesia termasuk diantaranya adalah aliran kepercayaan dan kebatinan yang hanya bisa ditemukan di Indonesia yaitu pada gedung Sasano Adiroso Pangeran Sambernyowo. Gedung ini adalah representasi dari tempat ibadah kaum penghayat aliran kepercayaan dan kebatinan yang sering kita sebut sebagai aliran Kejawen.
Stadion Utama Gelora Bung Karno
Adalah sebuah stadion serbaguna di Jakarta yang merupakan bagian dari kompleks olahraga Gelanggang Olahraga Bung Karno. Gedung ini adalah pusat penyelenggaraan berbagai even-even olahraga nasional dan internasional. Kadangkala gedung ini juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan kesenian atau even berbau kebudayaan lainnya. Stadion GBK sering dijadikan sebagai icon keberagaman bangsa Indonesia tatkala menyelenggarakan even-even olahraga karena biasanya penonton dari berbagai daerah dan Negara dapat tumpah ruah dalam gedung yang sangat luas tersebut. Even terakhir yang mempresentasikan semangat keberagaman atau Bhineka Tunggal Ika adalah ketika pelaksanaan Asian Para Games tahun 2018. Keberagaman diperlihatkan dari mulai pembukaan yang menampilkan tari-tarian dan mascot yang menggambarkan keberagaman di Indonesia. Karena, seperti kita ketahui bahwa olahraga adalah bahasa universal untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi, keadilan, perdamaian, serta kesetaraan. Stadion GBK mempresentasikan nilai keberagaman dalam sektor olahraga di Indonesia
Masjid Angke (Tambora)
Masjid Jami Al-Anwar atau masjid Angke di Tambora mencerminkan cerita tentang keberagaman yang ada di daerah Jakarta lainnya. Masjid yang dibangun pada 1761 itu kental dengan perpaduan budaya China, Jawa, Bali dan Eropa yang tampak pada sejumlah bagunan yang ada di eksterior maupun interior masjid tersebut. Ragam budaya yang menyatu dalam bangunan arsitektur tersebut menjadi cerminan kehidupan masyarakat pada masa itu. Perbedaan suku dan budaya tidak menjadi penghalang bahkan menjadi pemersatu dan tertuang dalam bangunan bersejarah yang pada tanggal 10 Januari 1972 ditetapkan sebagai cagar budaya. Masjid ini sekarang menjadi saksi bisu tentang fakta sejarah yang mencerminkan keberagaman etnik yang ada di Indonesia khususnya Jakarta dapat hidup damai dalam perbedaan.
Demikianlah beberapa icon simbol keberagaman budaya yang ada di kota Jakarta, semoga dengan adanya bukti dan fakta sejarah yang masih kokoh berdiri hingga kini dapat menjadi pemicu bagi kita untuk terus memelihara modal keberagaman yang ada sehingga dapat menjadi suatu potensi yang besar demi kemajuan Indonesia, khususnya Jakarta. Semoga Jakarta tetap damai dan semakin maju dan menjadi salah satu kota kelas dunia yang modern, religious dan madani dengan mengedepankan literasi keberagamannya. Salam literasi
Penulis adalah Pustakawan pada Kanwil kemenkumham Sumut




Tidak ada komentar:

Posting Komentar