Senin, 01 Juni 2020

Hari Anak Internasional dan Budaya Literasi


Hari Anak Internasional dan Budaya Literasi
Oleh : Rina Devina

Ungkapan yang berbunyi ‘Every Child Is Special” adalah benar adanya, mengapa saya katakan demikian? Karena ketika saya membuka daftar tentang hari-hari penting internasional dan nasional, saya menemukan ada tiga hari yang di peruntukkan untuk anak-anak dalam skala nasional maupun internasional. Peringatan hari anak-anak tersebutpun selalu rutin dilaksanakan secara serius dan berkelanjutan demi menciptakan kesadaran bagi masyarakat tentang pentingnya memperhatian dan memenuhi hak-hak anak serta upaya untuk menyadari keberadaan eksistensi seorang anak.
Berbagai peringatan hari anak-anak ini adalah: 1) peringatan Hari Anak Internasional yang jatuh pada tanggal 01 Juni dan dirayakan di seluruh dunia, 2) peringatan Hari Anak Nasional yang diperingati dan jatuh pada setiap tanggal 23 Juli dan di rayakan secara nasional di seluruh daerah yang ada di Indonesia, dan yang terakhir, 3) adalah peringatan Hari Anak Universal atau Hari Anak Sedunia yang selalu jatuh dan diperingati pada setiap tanggal 20 November setiap tahunnya dan dirayakan secara serentak di seluruh dunia tentunya.
Semua peringatan dan perayaan hari anak-anak ini memiliki ciri dan misi khusus yang berbeda, namun semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu sama-sama mengkampanyekan tentang berbagai issu persoalan tentang anak-anak dan sama-sama berkonsentrasi membahas dan menyelesaikan permasalah anak-anak di berbagai keadaan, bahkan yang terburuk sekalipun, guna mencapai perbaikan bersama menuju regenerasi yang lebih baik di masa yang akan datang.
Namun yang sekarang ingin saya bahas dalam tulisan ini adalah tentang peringatan Hari Anak Internasional yang jatuh pada hari ini. Hari Anak Internasional (HAI) pertama sekali di bicarakan dalam pertemuan konferensi internasional PBB di Moscow pada tahun 1925. Dalam konferensi inlah ditetapkannya Momen internasional ini guna menarik perhatian dunia pada deretan issu yang sedang dialami dan berdampak pada anak-anak di seluruh belahan dunia.
Perwakilan negara-negara yang hadir pada konferensi saat itu mengungkapkan bahwa orang dewasa memiliki kewajiban untuk memberikan berbagai bekal terbaik bagi anak-anak. Hasil dari koferensi tersebut juga menyepakati untuk mengadopsi nilai-nilai yang ada dalam ‘Deklarasi Genewa tentang Hak-Hak Anak’..Ada beberapa kesepakatan yang dicapai dalam  deklarasi tersebut, diantarnya adalah:
1.      Memenuhi dan menyediakan perbekalan anak-anak untuk perkembangan tubuh, baik secara material maupun spiritual.
2.      Setiap anak-anak yang lapar harus di beri makan, dan bila ada anak-anak yang sakit harus segera mendapatkan penanganan medis, anak-anak yang memiliki keadaan khusus atau kurang normal harus diberi pertolongan serta anak-anak yang bermasalah dengan hukum harus dibantu, anak-anak yatim piatu harus memiliki tempat berteduh yang layak.
3.      Anak-anak harus mendapat perlakuan yang layak dan tepat di masa-masa sulit dalam hidupnya.
4.      Anak-anak harus dapat diletakkan pada posisi terbaik dalam lingkungannya agar dapat berkembang dengan baik dan sempurna tanpa adanya eksploitasi apapun.
5.      Anak-anak harus terus diasah bakat dan keterampilannya sehingga memiliki keahlian khusus yang dapat mereka gunakan sehingga dapat digunakan sebagai bekal hidup dan tentunya berguna bagi masyarakat.
Dalam konferensi ini juga dibicarakan berbagai persoalan anak-anak di seluruh belahan dunia dalam mengatasi keberlangsungan hidup. Akhirnya dewan PBB pun memutuskan untuk secara resmi menghormati hak-hak anak, mulai dari hak hidup, hak kesehatan dan hak Pendidikan.
Renungan HAI dan literasi
Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa waktu yang lalu, The World’s Most Litarete Nations (WMLN) pernah merilis daftar panjang Negara dengan peringkat literasi di seluruh dunia. Hasil penelitian ini menempatkan Finlandia sebagai Negara paling literat dan Indonesia mesti bersabar karena masih menduduki peringkat ke 61, satu kursi lebih tinggi dari Botswana yang berada di peringkat terakhir Negara paling literat atau paling terpelajar di dunia.
Tenyata ada beberapa tradisi atau kebiasaan Negara Finlandia yang dapat kita terapkan juga untuk meningkatkan budaya dan minat baca di Indonesia, beberapa diantaranya adalah :
1.      Ada ‘Maternity Package’ yang diberikan kepada orang tua baru yang memiliki bayi, termasuk di dalam paket tersebuat adalah buku-buku.
2.      Perpustakaan ada di mana-mana dan tidak ada alasan untuk tidak sempat untuk membaca walau berada dimanapun dan kapanpun.
3.      Sekolah baru dimulai pada usia yang cukup, yaitu ketika anak berusia tujuh tahun dan budaya baca telah didorong secara turun temurun sebelumnya dari dalam keluarga.
4.      Demi menjaga kedekatan emosional dan pengetahuan, dongeng sebelum tidur adalah tradisi yang penting dalam keluarga.
5.      Walaupun banyak program TV yang berasal dari luar, namun tidak dialihsuarakan agar dapat melatih anak mempelajari dialog dan membaca cepat teks dengan lebih mudah. 
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan, betapa dekatnya hubungan anak-anak dan literasi. Pola hidup dan pembiasaan sejak anak-anak berusia dini menjadikan mereka lebih literat. Selain untuk membangun pola kebiasaan budaya yang literat, kita harus memahami bahwa pembiasaan budaya literat adalah salah satu usaha dalam pemenuhan hak-hak anak dalam pendidikan.
 Seperti yang telah kita bicarakan sebelumnya, bahwa esensi dari peringatan HAI ini adalah untuk memenuhi berbagai hak anak-anak, salah satunya adalah hak untuk memperoleh pendidikan. Proses pendidikan selalu sejalan dengan proses literasi, mulai dari usia yang paling awal dari kehidupan manusia, bahkan ketika masih di dalam kandunganpun anak memiliki hak untuk mendapat pendidikan dan aktivitas literat seperti dibacakannya dongeng.
Mari memanfaatkan momen HAI ini untuk menularkan kebiasaan Negara paling literat sedunia itu dalam implementasi pembelajaran dan pendidikan anak-anak dari dalam keluarga kita masing masing, sehingga perayaan momen tahunan HAI ini memiliki arti dan dapat meninggalkan bekas nyata yang membangun bagi kelangsungan hidup kita, anak dan generasi yang akan datang. Salam Literasi.
Penulis adalah Pustakawan pada Kanwil Kemenkumham Sumut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar