Selasa, 30 Juni 2020

Bhayangkara dan Literasi Kriminal


Bhayangkara dan Literasi Kriminal
Oleh : Rina Devina
Halo sobat literasi? Apa kabar hari ini? pasti kabar baik dan ceria kan? Begitu juga dengan  Kepolisian Republik Indonesia, karena tepat pada hari ini, tanggal 01 Juli adalah peringatan Hari Bhayangkara yang ke-74. Hari ini merupakan hari yang sangat istimewa bagi Kepolisian Republik Indonesia. Lalu apakah itu Hari Bhayangkara? Banyak yang mengira Hari Bhayangkara adalah hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia. Namun sayang sekali, bukan itu makna di balik peringatan hari spesial ini.
Hari Bhayangkara adalah momentum untuk memperingati hari Kepolisian Nasional yang ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 11 Tahun 1946. Dengan dikeluarkannya perpres ini secara otomatis peraturan tersebut menyatukan kepolisian yang semula terpisah sebagai kepolisian daerah, menjadi satu kesatuan nasional dan bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan tertinggi Negara ini, yaitu presiden Republik Indonesia.
Istilah Bhayangkara berasal dari bahasa Sanksekerta yang memiliki arti garang, hebat, dan merupakan nama pasukan pengawal elit kerajaan pada masa kerajaan singosari dan majapahit. Istilah bhayangkara sangat lekat dengan sosok pahlawan legenda kita yaitu Gajah Mada. Dalam kitab Negarakertagama, Gajah Mada mengawali kariernya sebagi seorang prajurit lalu tak lama kemudian menjadi komandan Bhayangkara. Saat menjadi komandan Bhayangkara itulah Gajah Mada menanamkan empat prinsip yang dinamakan Catur Prasetya.
Catur Prasetya yang dirumuskan oleh Gajah Mada isinya adalah :
1.      Satya Harprabu (Setia kepada pemimpin Negara)
2.      Hanyaken Musuh (Mengenyahkan musuh-musuh Negara)
3.      Gineung Pratidina (Mempertahankan Negara)
4.      Tan Satrisna (Sepenuh hati dalam bertugas)
Catur Prasetya ini yang kemudian diadaptasi menjadi salah satu landasan kerja kepolisian Republik Indonesia yang diresmikan pada tanggal 4 April 1961. Nilai yang terkandung dalam Catur prasetya ini yang menjadi dasar bagi kepolisian untuk melaksanakan funsi pokok pengayoman dan melayani bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan tugas yang tercantum dalam Catur Prasetya, aparat kepolisian Indonesia telah melakukan berbagai inovasi dan karya nyata. Salah satunya yang berhubungan dengan Catur Prasetya yang keempat, yaitu melayani dengan sepenuh hati. Bahkan hal ini telah menjadi semboyan para aparat kepolisian masa kini, yaitu mengayomi dan melayani. Mengayomi dan melayani termasuk dalam bidang literasi informasi, dengan mendirikan perpustakaan di institusi kepolisian, bahkan ada anggota kepolisian yang menjadi pegiat literasi.
Ternyata, ada hubungan yang relevan antara rendahnya budaya literasi dengan tingkat kejahatan dan kriminalitas. Bahkan hubungannya sangat erat, coba bayangkan masyarakat tanpa literasi yang memadai cenderung menganggap sepele pendidikan dan sekolah, sehingga mudah untuk putus sekolah dan akhirnya menyebabkan kebodohan dan rendahnya kualitas diri dalam berkompetisi untuk bersaing dalam mencari lapangan pekerjaan. Akibat dari pengangguran dan desakan ekonomi maka orang akan berpikir cepat bagimana menghasilkan uang dalam sekejap dan cara paling praktis adalah melakukan perbuatan melangar hukum seperti pencurian.
Selain pencurian, perbuatan melanggar hukum lain juga sangat mudah dilakukan oleh orang atau masyarakat dengan tingkat literasi yang rendah. Merebaknya kebodohan yang tidak berujung dan rendahnya sikap bijak dalam menyikapi informasi akan sangat rentan akan bahaya penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian semakin mendominasi kehidupan serta pengabaian terhadap tata nilai kehidupan dan norma hukum  akan dapat menjerat pelaku ke hadapan hukum. Tentu masih banyak lagi dampak sosial lainnya yang disebabkan oleh rendahnya budaya literasi masyarakat.
Oleh sebab itu, sebagai institusi hukum yang terdepan, Kepolisian Indonesia diharapkan dapat melakukan sosialisasi dan edukasi hukum serta gencar membantu usaha pemerintah dalam membudayakan litersi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal inilah yang mendorong POLRI memberdayakan unit perpustakaan yang ada di instansi kepolisian, seperti Unit Perpustakaan yang ada di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, bahkan unit yang satu ini berhasil menyabet penghargaan beberapa kali dalam ajang perlombaan pengelolaan perpustakaan khusus di Sumatera Utara dan di Kota Medan.
Terkait perpustakaan, sudah merupakan tuntutan jaman bahwa perpustakaan sekarang di gadang-gadang adalah sebagai pusat besar data atau yang sering di sebut sebagai wadah yang menyediakan big data. Big data disini bisa berarti apa saja, informasi apa saja. Perpustakaan dapat berperan menjadi big data Indonesia, seperti halnya Yahoo dan Google. Selain sebagai penyedia platform data, perpustakaan juga dapat menjadi pusat analisa data. Pusat analisa data ini dapat dikerjakan oleh perpustakaan yang berada di dalam unit instansi Kepolisian Indonesia tentunya.
Ketua Gerakan Literasi Sekolah, Pangesti Wiedarti menyarankan bahwa salah satu upaya mencegah dan mengendalikan terjadinya tindak kriminal adalah dengan membuat rekam jejak dan literasi kriminal mulai dari anak usia sekolah. Literasi kriminal ini berkaitan dengan pemahaman terhadap jenis kejahatan dan sanksi sebagai risiko perbuatan kejahatan yang dilakukan sehingga merugikan pihak lain dalam berbagai bentuk seperti ancaman psikologis, penyiksaan, pelecehan, pemerkosaan dan kematian.
Menurutnya, perlu dibuatkan kartu yang fungsinya seperti kartu pelajar yang dapat digunakan sebagi kartu perekam jejak kriminal atau literasi kriminal dari orang yang bersangkutan  atau orang yang berhadapan dengan hukum. Menurutnya, rekam jejak ini akan menjadi catatan sejarah kriminal seseorang sehingga apabila nomor kartu tersebut diinput ke dalam pusat jaringan data kepolisian, akan terdeteksi sejarah kriminal orang tersebut, apa jenis kriminal yang pernah dilakukan, berapa kali menjadi pelaku dan masih banyak informasi lain yang tentunya sangat membantu pihak kepolisian dalam bekerja dan mengungkap suatu kasus kriminal.
Masih menurut Pangesti, kartu ini sebaiknya mulai diterapkan selagi seseorang berada dalam masa sekolah, karena di jaman sekarang tindak kriminal sering juga di lakukan oleh anak yang masih berasa dalam usia sekolah. Selain itu, dengan adanya kebijakan kartu ini, bagi siswa yang tidak ingin bermasalah dengan hukum akan selalu menjaga sikap dan perilakunya sehingga pastinya berdampak positif bagi diri sendiri dan orang lain serta masyarakat luas.
Semoga gagasan kartu jejak rekam yang melekat dengan e-KTP atau e-Pelajar ini dapat direalisasikan dan dapat diberlakukan secepatnya, sehingga dapat mengurangi tingkat kejahatan dan kriminalitas yang ada di Indonesia, Sebelum pemerintah memberlakukan hal ini sudah seharusnya dilakukan sosialisasi dan edukasi tentang sanksi hukum bagi pelanggar tindak pidana, pelaku tindak perdata atau pelaku kasus hukum lainnya yang umum terjadi.
Langkah ini adalah salah satu bentuk pendidikan hukum bagi warga masyarakat Indonesia agar dapat lebih menjaga sikap dan berhati-hati dalam bertindak serta selalu melek hukum. Setiap kejahatan akan mendapatkan sanksi hukum, maka dari itu jangan pernah melakukan kejahatan sekecil apapun. Pendidikan literasi kriminal ini dapat disampaikan dengan melibatkan kerjasama antar instansi pemerintah seperti institusi pendidikan dan kepolisian serta unsur terkait lainnya seperti psikolog, akademisi, guru, polisi, bahkan pustakawan juga.
 Semoga dengan peringatan Hari Bhayangkara yang ke-74 institusi Kepolisian Republik Indonesia semakin berjaya dan bermartabat. Semakin bisa menjadi pengayom dan pelindung masyarakat Indonesia serta memiliki peran mulia lainnya, yaitu mencerdaskankehidupan bangsa melalui edukasi literasi kriminal. Salam literasi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar