Bhayangkara dan Literasi Kriminal
Oleh : Rina Devina
Halo
sobat literasi? Apa kabar hari ini? pasti kabar baik dan ceria kan? Begitu juga
dengan Kepolisian Republik Indonesia,
karena tepat pada hari ini, tanggal 01 Juli adalah peringatan Hari Bhayangkara
yang ke-74. Hari ini merupakan hari yang sangat istimewa bagi Kepolisian Republik
Indonesia. Lalu apakah itu Hari Bhayangkara? Banyak yang mengira Hari
Bhayangkara adalah hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia. Namun sayang
sekali, bukan itu makna di balik peringatan hari spesial ini.
Hari
Bhayangkara adalah momentum untuk memperingati hari Kepolisian Nasional yang
ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 11 Tahun 1946. Dengan
dikeluarkannya perpres ini secara otomatis peraturan tersebut menyatukan kepolisian
yang semula terpisah sebagai kepolisian daerah, menjadi satu kesatuan nasional
dan bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan tertinggi Negara ini,
yaitu presiden Republik Indonesia.
Istilah
Bhayangkara berasal dari bahasa Sanksekerta yang memiliki arti garang, hebat, dan
merupakan nama pasukan pengawal elit kerajaan pada masa kerajaan singosari dan
majapahit. Istilah bhayangkara sangat lekat dengan sosok pahlawan legenda kita
yaitu Gajah Mada. Dalam kitab Negarakertagama, Gajah Mada mengawali kariernya
sebagi seorang prajurit lalu tak lama kemudian menjadi komandan Bhayangkara.
Saat menjadi komandan Bhayangkara itulah Gajah Mada menanamkan empat prinsip
yang dinamakan Catur Prasetya.
Catur
Prasetya yang dirumuskan oleh Gajah Mada isinya adalah :
1. Satya
Harprabu (Setia kepada pemimpin Negara)
2. Hanyaken
Musuh (Mengenyahkan musuh-musuh Negara)
3. Gineung
Pratidina (Mempertahankan Negara)
4. Tan
Satrisna (Sepenuh hati dalam bertugas)
Catur
Prasetya ini yang kemudian diadaptasi menjadi salah satu landasan kerja
kepolisian Republik Indonesia yang diresmikan pada tanggal 4 April 1961. Nilai
yang terkandung dalam Catur prasetya ini yang menjadi dasar bagi kepolisian
untuk melaksanakan funsi pokok pengayoman dan melayani bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
Dalam
rangka melaksanakan tugas yang tercantum dalam Catur Prasetya, aparat
kepolisian Indonesia telah melakukan berbagai inovasi dan karya nyata. Salah
satunya yang berhubungan dengan Catur Prasetya yang keempat, yaitu melayani dengan
sepenuh hati. Bahkan hal ini telah menjadi semboyan para aparat kepolisian masa
kini, yaitu mengayomi dan melayani. Mengayomi dan melayani termasuk dalam
bidang literasi informasi, dengan mendirikan perpustakaan di institusi
kepolisian, bahkan ada anggota kepolisian yang menjadi pegiat literasi.
Ternyata,
ada hubungan yang relevan antara rendahnya budaya literasi dengan tingkat
kejahatan dan kriminalitas. Bahkan hubungannya sangat erat, coba bayangkan
masyarakat tanpa literasi yang memadai cenderung menganggap sepele pendidikan
dan sekolah, sehingga mudah untuk putus sekolah dan akhirnya menyebabkan
kebodohan dan rendahnya kualitas diri dalam berkompetisi untuk bersaing dalam
mencari lapangan pekerjaan. Akibat dari pengangguran dan desakan ekonomi maka
orang akan berpikir cepat bagimana menghasilkan uang dalam sekejap dan cara
paling praktis adalah melakukan perbuatan melangar hukum seperti pencurian.
Selain
pencurian, perbuatan melanggar hukum lain juga sangat mudah dilakukan oleh
orang atau masyarakat dengan tingkat literasi yang rendah. Merebaknya kebodohan
yang tidak berujung dan rendahnya sikap bijak dalam menyikapi informasi akan
sangat rentan akan bahaya penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian semakin
mendominasi kehidupan serta pengabaian terhadap tata nilai kehidupan dan norma
hukum akan dapat menjerat pelaku ke
hadapan hukum. Tentu masih banyak lagi dampak sosial lainnya yang disebabkan
oleh rendahnya budaya literasi masyarakat.
Oleh
sebab itu, sebagai institusi hukum yang terdepan, Kepolisian Indonesia
diharapkan dapat melakukan sosialisasi dan edukasi hukum serta gencar membantu
usaha pemerintah dalam membudayakan litersi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Hal inilah yang mendorong POLRI memberdayakan unit perpustakaan yang ada di
instansi kepolisian, seperti Unit Perpustakaan yang ada di Kepolisian Daerah
Sumatera Utara, bahkan unit yang satu ini berhasil menyabet penghargaan
beberapa kali dalam ajang perlombaan pengelolaan perpustakaan khusus di
Sumatera Utara dan di Kota Medan.
Terkait
perpustakaan, sudah merupakan tuntutan jaman bahwa perpustakaan sekarang di
gadang-gadang adalah sebagai pusat besar data atau yang sering di sebut sebagai
wadah yang menyediakan big data. Big data disini bisa berarti apa saja,
informasi apa saja. Perpustakaan dapat berperan menjadi big data Indonesia,
seperti halnya Yahoo dan Google. Selain sebagai penyedia platform data,
perpustakaan juga dapat menjadi pusat analisa data. Pusat analisa data ini
dapat dikerjakan oleh perpustakaan yang berada di dalam unit instansi Kepolisian
Indonesia tentunya.
Ketua
Gerakan Literasi Sekolah, Pangesti Wiedarti menyarankan bahwa salah satu upaya
mencegah dan mengendalikan terjadinya tindak kriminal adalah dengan membuat rekam
jejak dan literasi kriminal mulai dari anak usia sekolah. Literasi kriminal ini
berkaitan dengan pemahaman terhadap jenis kejahatan dan sanksi sebagai risiko
perbuatan kejahatan yang dilakukan sehingga merugikan pihak lain dalam berbagai
bentuk seperti ancaman psikologis, penyiksaan, pelecehan, pemerkosaan dan
kematian.
Menurutnya,
perlu dibuatkan kartu yang fungsinya seperti kartu pelajar yang dapat digunakan
sebagi kartu perekam jejak kriminal atau literasi kriminal dari orang yang
bersangkutan atau orang yang berhadapan
dengan hukum. Menurutnya, rekam jejak ini akan menjadi catatan sejarah kriminal
seseorang sehingga apabila nomor kartu tersebut diinput ke dalam pusat jaringan
data kepolisian, akan terdeteksi sejarah kriminal orang tersebut, apa jenis kriminal
yang pernah dilakukan, berapa kali menjadi pelaku dan masih banyak informasi
lain yang tentunya sangat membantu pihak kepolisian dalam bekerja dan
mengungkap suatu kasus kriminal.
Masih
menurut Pangesti, kartu ini sebaiknya mulai diterapkan selagi seseorang berada
dalam masa sekolah, karena di jaman sekarang tindak kriminal sering juga di
lakukan oleh anak yang masih berasa dalam usia sekolah. Selain itu, dengan
adanya kebijakan kartu ini, bagi siswa yang tidak ingin bermasalah dengan hukum
akan selalu menjaga sikap dan perilakunya sehingga pastinya berdampak positif
bagi diri sendiri dan orang lain serta masyarakat luas.
Semoga
gagasan kartu jejak rekam yang melekat dengan e-KTP atau e-Pelajar ini dapat
direalisasikan dan dapat diberlakukan secepatnya, sehingga dapat mengurangi
tingkat kejahatan dan kriminalitas yang ada di Indonesia, Sebelum pemerintah
memberlakukan hal ini sudah seharusnya dilakukan sosialisasi dan edukasi
tentang sanksi hukum bagi pelanggar tindak pidana, pelaku tindak perdata atau pelaku
kasus hukum lainnya yang umum terjadi.
Langkah
ini adalah salah satu bentuk pendidikan hukum bagi warga masyarakat Indonesia agar
dapat lebih menjaga sikap dan berhati-hati dalam bertindak serta selalu melek
hukum. Setiap kejahatan akan mendapatkan sanksi hukum, maka dari itu jangan
pernah melakukan kejahatan sekecil apapun. Pendidikan literasi kriminal ini
dapat disampaikan dengan melibatkan kerjasama antar instansi pemerintah seperti
institusi pendidikan dan kepolisian serta unsur terkait lainnya seperti
psikolog, akademisi, guru, polisi, bahkan pustakawan juga.
Semoga dengan peringatan Hari Bhayangkara yang
ke-74 institusi Kepolisian Republik Indonesia semakin berjaya dan bermartabat.
Semakin bisa menjadi pengayom dan pelindung masyarakat Indonesia serta memiliki
peran mulia lainnya, yaitu mencerdaskankehidupan bangsa melalui edukasi literasi
kriminal. Salam literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar