Selasa, 30 Juni 2020

HARGANAS dan Budaya Literasi Keluarga


HARGANAS dan Budaya Literasi Keluarga
Oleh : Rina Devina
Pasti sudah banyak yang tahu dengan HARGANAS. HARGANAS adalah akronim dari Hari Keluarga Nasional. HARGANAS selalu kita peringati setiap tanggal 29 Juni. Tahun ini peringatan HARGANAS memasuki usia yang ke-30 tahun. Adapun tujuan dari dilaksanakannya peringatan HARGANAS adalah untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dalam mewujudkan kerangka ketahanan keluarga Indonesia.
Dalam peringatan HARGANAS ini, diharapkan setiap keluarga Indonesia dapat menerapkan delapan fungsi keluarga yang sangat vital demi membangun generasi yang maju dan beradab. Keluarga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan atau fungsi ekonomi semata, tetapi terdapat fungsi-fungsi lain yang tidak kalah pentingnya. Manna dan Riedmann (1991) mengungkapkan ada tiga fungsi yang harus dijalankan oleh suatu keluarga yaitu fungsi reproduksi yang bertanggung jawab, fungsi dukungan ekonomi dan fungsi perlindungan.
Undang-undang No. 10 tahun 1992 dan PP No. 21 tahun 1994 menjelaskan bahwa minimal ada Delapan fungsi keluarga antara lain adalah penerapan agama, cinta kasih, perlindungan, ekonomi, pendidikan, reproduksi, sosial dan budaya serta lingkungan. Delapan fungsi penting keluarga ini seyogyanya harus ada dalam setiap keluarga agar tercipta keluarga yang sejahtera lahir dan batin. Untuk mendukung delapan fungsi keluarga ini diperlukan komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Apalagi dijaman yang serba digital ini komunikasi semakin mudah dan cepat serta dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun.
Seharusnya di era serba digital sekarang ini, gawai atau handphone dapat menjadi alat yang dapat mempererat komunikasi dan hubungan antar anggota keluarga, bukan malah sebaliknya, menjadikan anggota keluarga semakin jauh kerena sibuk dengan gawainya maasing-masing. Untuk meminimalisir penggunaan gawai dalam keluarga, perlu digalakkan pemanfaatan waktu kumpul keluarga dengan pemberlakuan peraturan kapan waktu yang boleh atau tidak dalam menggunakan gawai, dan kapan waktu yang harus dialokasikan untuk bercengkerama dengan sesama anggota keluarga lainnya.
Budaya Literasi Keluarga
Salah satu solusi dalam menghadapi sikap iniviualistis yang ada dalam keluarga yang diakibatkan oleh gawai tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan menggagas suatu program literasi keluarga yang mengajak masyarakat untuk mengurangi waktu pemakaian gawai pada antara pukul 18.00 sampai 20.00 WIB. Waktu ini biasa disebut sebagai ‘Prime Time’ keluarga dan diharapkan ini dapat menjadi waktu kebersamaan dalam rumah yang diitensifkan untuk berbagi bersama keluarga dalam bentuk bermain dan belajar bersama.
Literasi keluarga atas fungsi gawai atau media adalah sebuah kemampuan guna memahami, menganalisa, merekonstruksi pencitraan media. Kemampuan tersebut dimaksudkan agar para pembaca yang merupakan konsumen media, termasuk anak-anak menjadi melek dan tahu mengenai bagaimana media yang ada di gawai di buat dan kemudian bagaimana berbagai konten tersebut dapat diakses dengan bijak. Hal ini semoga dapat meminimalisir agar anak dapat membatasi penggunaan game yang dapat menyebabkan anak menjadi lalai bahkan kecanduan.
Keluarga yang merupakan unit terkecil dalam tatanan masyarakat dapat menjadi kunci utama dan pertama dalam menghidupkan budaya literasi keluarga. Aktifitas literasi keluarga dapat diawali dengan membudayakan kegiatan membaca. Orang tua dapat menjadi teladan yang ampuh dalam mendidik dan membiasakan anak untuk mulai mencintai aktifitas membaca, mulai dari menyisihkan waktu membaca bersama, belajar bersama, memberi hadiah buku pada saat-saat special keluarga.
Orang tua dapat memberi motivasi yang terus-menerus tentang pentingnya membaca, dengan meluangkan waktu dalam kelurga agar dapat pergi ke toko buku bersama-sama, mengunjungi perpustakaan, museum atau berlangganan majalah atau tabloid kesukaan keluarga. Implikasi dari kelurga yang literat akan menghasilkan budaya yang open minded sehingga akan membangun kreatifitas yang tinggi dalam diri anak dan keluarga.
Budaya literasi keluarga yang berkualitas tidak hanya diukur dari seberapa banyak sumber bacaan yang dilahap, namun seberapa besar informasi benar yang didapat sehingga menjadikan keluarga yang lebih bijaksana tanpa hoax. Pengenalan budaya literasi keluarga dapat dimulai dari usia yang sangat dini, mulai dari pasangan baru yang akan memulai keluraga kecil perlu memahami pentingnya budaya literasi dalam tumbuh kembang anak dalam keluarga, karena keluarga adalah ujung tombak pembentukan sumber daya manusia yang cerdas dan kreatif.
Akhir kata, mari kita peringati HARGANAS dengan mempresentasikan tanggung jawab kita sebagai keluarga dengan membudayakan literasi dari dalam keluarga kita sendiri, bukan hanya memenuhi tanggung jawab dalam bidang ekonomi dan sosial saja tetapi juga perlu keteladanan dan pendekatan yang partisipatoris yang besar dalam setiap keluarga dalam menggalakkan budaya literasi keluarga dengan mulai memberi stimulus dan mulai membentuk karakter malu ketika kurang membaca. Salam literasi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar