HARGANAS dan Budaya Literasi
Keluarga
Oleh : Rina Devina
Pasti
sudah banyak yang tahu dengan HARGANAS. HARGANAS adalah akronim dari Hari
Keluarga Nasional. HARGANAS selalu kita peringati setiap tanggal 29 Juni. Tahun
ini peringatan HARGANAS memasuki usia yang ke-30 tahun. Adapun tujuan dari dilaksanakannya
peringatan HARGANAS adalah untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta
masyarakat terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dalam mewujudkan
kerangka ketahanan keluarga Indonesia.
Dalam
peringatan HARGANAS ini, diharapkan setiap keluarga Indonesia dapat menerapkan delapan
fungsi keluarga yang sangat vital demi membangun generasi yang maju dan
beradab. Keluarga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan atau fungsi ekonomi
semata, tetapi terdapat fungsi-fungsi lain yang tidak kalah pentingnya. Manna dan
Riedmann (1991) mengungkapkan ada tiga fungsi yang harus dijalankan oleh suatu
keluarga yaitu fungsi reproduksi yang bertanggung jawab, fungsi dukungan
ekonomi dan fungsi perlindungan.
Undang-undang
No. 10 tahun 1992 dan PP No. 21 tahun 1994 menjelaskan bahwa minimal ada Delapan
fungsi keluarga antara lain adalah penerapan agama, cinta kasih, perlindungan,
ekonomi, pendidikan, reproduksi, sosial dan budaya serta lingkungan. Delapan
fungsi penting keluarga ini seyogyanya harus ada dalam setiap keluarga agar
tercipta keluarga yang sejahtera lahir dan batin. Untuk mendukung delapan
fungsi keluarga ini diperlukan komunikasi yang efektif antara orang tua dan
anak. Apalagi dijaman yang serba digital ini komunikasi semakin mudah dan cepat
serta dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun.
Seharusnya
di era serba digital sekarang ini, gawai atau handphone dapat menjadi alat yang
dapat mempererat komunikasi dan hubungan antar anggota keluarga, bukan malah
sebaliknya, menjadikan anggota keluarga semakin jauh kerena sibuk dengan
gawainya maasing-masing. Untuk meminimalisir penggunaan gawai dalam keluarga,
perlu digalakkan pemanfaatan waktu kumpul keluarga dengan pemberlakuan
peraturan kapan waktu yang boleh atau tidak dalam menggunakan gawai, dan kapan
waktu yang harus dialokasikan untuk bercengkerama dengan sesama anggota
keluarga lainnya.
Budaya Literasi Keluarga
Salah
satu solusi dalam menghadapi sikap iniviualistis yang ada dalam keluarga yang
diakibatkan oleh gawai tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan
kebudayaan menggagas suatu program literasi keluarga yang mengajak masyarakat
untuk mengurangi waktu pemakaian gawai pada antara pukul 18.00 sampai 20.00
WIB. Waktu ini biasa disebut sebagai ‘Prime Time’ keluarga dan diharapkan ini
dapat menjadi waktu kebersamaan dalam rumah yang diitensifkan untuk berbagi
bersama keluarga dalam bentuk bermain dan belajar bersama.
Literasi
keluarga atas fungsi gawai atau media adalah sebuah kemampuan guna memahami,
menganalisa, merekonstruksi pencitraan media. Kemampuan tersebut dimaksudkan
agar para pembaca yang merupakan konsumen media, termasuk anak-anak menjadi
melek dan tahu mengenai bagaimana media yang ada di gawai di buat dan kemudian
bagaimana berbagai konten tersebut dapat diakses dengan bijak. Hal ini semoga
dapat meminimalisir agar anak dapat membatasi penggunaan game yang dapat
menyebabkan anak menjadi lalai bahkan kecanduan.
Keluarga
yang merupakan unit terkecil dalam tatanan masyarakat dapat menjadi kunci utama
dan pertama dalam menghidupkan budaya literasi keluarga. Aktifitas literasi
keluarga dapat diawali dengan membudayakan kegiatan membaca. Orang tua dapat
menjadi teladan yang ampuh dalam mendidik dan membiasakan anak untuk mulai
mencintai aktifitas membaca, mulai dari menyisihkan waktu membaca bersama,
belajar bersama, memberi hadiah buku pada saat-saat special keluarga.
Orang
tua dapat memberi motivasi yang terus-menerus tentang pentingnya membaca, dengan
meluangkan waktu dalam kelurga agar dapat pergi ke toko buku bersama-sama,
mengunjungi perpustakaan, museum atau berlangganan majalah atau tabloid kesukaan
keluarga. Implikasi dari kelurga yang literat akan menghasilkan budaya yang open minded sehingga akan membangun kreatifitas
yang tinggi dalam diri anak dan keluarga.
Budaya
literasi keluarga yang berkualitas tidak hanya diukur dari seberapa banyak
sumber bacaan yang dilahap, namun seberapa besar informasi benar yang didapat
sehingga menjadikan keluarga yang lebih bijaksana tanpa hoax. Pengenalan budaya literasi keluarga dapat dimulai dari usia
yang sangat dini, mulai dari pasangan baru yang akan memulai keluraga kecil
perlu memahami pentingnya budaya literasi dalam tumbuh kembang anak dalam keluarga,
karena keluarga adalah ujung tombak pembentukan sumber daya manusia yang cerdas
dan kreatif.
Akhir
kata, mari kita peringati HARGANAS dengan mempresentasikan tanggung jawab kita
sebagai keluarga dengan membudayakan literasi dari dalam keluarga kita sendiri,
bukan hanya memenuhi tanggung jawab dalam bidang ekonomi dan sosial saja tetapi
juga perlu keteladanan dan pendekatan yang partisipatoris yang besar dalam
setiap keluarga dalam menggalakkan budaya literasi keluarga dengan mulai memberi
stimulus dan mulai membentuk karakter malu ketika kurang membaca. Salam
literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar