Jumat, 17 Juli 2020

Mandela dan Literasi Perdamaian


Mandela dan Literasi Perdamaian
Oleh : Rina Devina
Hari ini kita memasuki tanggal 18 Juli 2020, bertepatan dengan peringatan Hari Nelson Mandela Sedunia. Sepertinya semua orang pasti mengenal salah satu tokoh ari daratan Afrika yang mendunia ini. Ya, Hari Nelson Mandela ditetapkan  pada tahun 2009 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menandakan kontribusi besarnya dalam perjuangan anti-apartheid dan untuk mempromosikan perdamaian global dan merayakan warisan sifat-sifat luhur pemimpin Afrika Selatan tersebut. Peringatan ini meminta semua orang menyumbangkan 67 menit waktunya untuk menolong orang lain. Angka 67 tersebut diambil dari jumlah masa keterlibatannya dalam gerakan anti-apartheid.
Seperti yang kita ketahui bersama, perlawanan terhadap sistem pemisahan ras atau apartheid yang telah diterapkan oleh pemerintah Afrika Selatan, tak bisa dilepaskan dari sesosok figur bernama Nelson Mandela, yang telah meninggal dunia pada 5 Desember 2013 lalu. Selama 27 tahun lebih beliau menghabiskan waktunya untuk hidup dalam penjara demi memperjuangkan hak-hak warga sipil terutama hak warga kulit hitam. Semua pengorbanan tersebut terbayar lunas tatkala Mandela berhasil menjadi presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan (Afsel) pada tahun 1994 hingga 1999.
Sebelum momen pemilihan presiden tersebut, pada tahun 1993, Mandela telah menerima penghargaan Nobel Perdamaian Dunia. Pemilik nama lengkap Nelson Rolihlahla Mandela ini terlahir di sebuah desa bernama Mvezo, wilayah tenggara Afsel yang dikenal sebagai Transkei. Ayahnya seorang kepala desa dari suku Thembu yang berbicara bahasa Xhosa dan Mandela tumbuh dalam lingkungan adat serta mendapat perlindungan tetua dan kepala suku yang membuatnya sangat mencintai warisan budaya Afrika.
Mandela muda aktif terlibat dalam gerakan anti-apartheid dan bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC) pada tahun 1942. Pada 1949, ANC resmi mengadopsi metode liga pemuda dalam mendorong gerakan akar rumput massal untuk menggelar boikot, pemogokan, pembangkangan, dan tidak bekerja sama dengan pemerintah. Gerakan ini bertujuan untuk mencapai kebijakan kewarganegaraan penuh, redistribusi tanah, hak-hak serikat pekerjaan, dan pendidikan gratis serta wajib bagi semua anak afrika. Selama 20 tahun Mandela terus mengarahkan tindakan damai tanpa kekerasan, menentang pemerintah Afsel dan kebijakan rasialnya.
Beliau juga mendirikan firma hukum Mandela and Tanbo, yang merupakan rekan mahasiswanya yang cemerlang sewaktu menempuh pendidikan di Fort Hare walaupun beliau tak berhasil  menamatkan pendidikannya. Firma tersebut juga menyediakan layanan hukum gratis dan berbiaya rendah bagi orang kulit hitam. Pada tahun 1956, Mandela dan 150 orang lainnya di tangkap atas tuduhan berkhianat kepada Negara.Beliau juga mengatur pemogokan para pekerja nasional selama tiga hari dan kembali memimpin aksi serupa pada tahun berikutnya dan akhirnya dijatuhi hukuman penjara..
Total selama 27 tahun Mandela menghabiskan waktunya dengan mendekam dalam penjara dari mulai November tahun 1962 sampai Februari 1990. Meski berada di penjara, namun mandela berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Hukum melalui program korespondensi dari Universitas London. Pada 27 April 1994, Negara Afsel menggelar pemilu demokratis pertama dan Mandela terpilih menjadi presiden pada 10 Mei 1994 ketika usianya telah mencapai 77 tahun. Sesuai dengan janjinya, beliau mengundurkan diri pada tahun 1999 setelah satu periode masa jabatannya berakhir sebagai presiden.
Meski sudah tak menjabat sebagai presiden lagi, Mandela tetap terlibat dan bekerja pada dua yayasan yang didirikannya, yaitu Nelson Mandela Children’s Fund yang didirikannya pada 1995 dan Yayasan Mandela Rhodes dalam upaya menciptakan peramaian dan keadilan sosial di seluruh dunia hingga pada 5 esember 2013, di usia 95 tahun Mandela meninggal dunia di rumahnya di Johannesburg, Afsel. Salah satu kiprah dari yayasan Mandela Children’s Fund adalah konsern pada isu pendidikan dan usaha memajukan literasi dikalangan anak-anak afrika. Beliau percaya bahwa pendidikan dapat mengubah cara pandang terhadap dunia dan perdamaian.
Literasi Perdamaian
Perdamaian merupakan hal yang selalu diidamkan oleh semua orang di dunia ini. Hidup dalam keadaan aman, tenteram, nyaman dan damai merupakan hak asasi setiap manusia. Bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang cinta damai, namun kenyataannya beberapa waktu belakangan ini bangsa kita seolah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang damai. Setiap waktu kita disuguhkan pemberitaan mengenai berbagai peristiwa kekerasan dan ujaran kebencian yang silih berganti di media dan berbagai tempat.
Peristiwa tersebut diekspos dan diliput oleh media, bahkan banyak media yang mengemas pemberitaan tersebut sesuai dengan kebijakan dan agendanya sehingga terasa tidak berimbang. Berbagai pemberitaan tersebut semestinya perlu untuk selalu diverifikasi dan diimbangi dengan pemberitaan yang berdasarkan kebenaran dan fakta yang jelas. Salah satu cara mengimbangi dan menghadang berbagai pemberitaan yang simpang siur yang terkadang tak memiliki kebenaran dan sering kita sebut sebagai berita Hoak adalah dengan banyak membaca dan membiasakan diri untuk bertekun dengan aktifitas baca yang lazim kita sebut sebagai salah satu kegiatan dari budaya literasi.
“Baca, maka kita akan mengenal dan tahu lebih baik dan lebih banyak, lalu dapat bergerak dengan lebih efektif”, itu adalah ujaran yang pernah saya dengar dari seorang bijak yag merupakan salah seorang pegiat literasi. Ada juga salah satu tokoh agama yang pernah berujar “Bila kalian bukan anak raja, atau bukan tokoh agama besar, maka menulislah”. Ini juga adalah motivasi bagi kita semua untuk terus menggelorakan semangat berliterasi, khususnya literasi perdamaian agar dapat menghempang berbagai isu dan berita miring yang seringkali muncul dan berseliweran di berbagai media belakangan ini.
Gerakan Literasi Perdamaian sungguh sangat cocok dan relevan dengan falsafah bangsa yang wajib kita aplikasikan nilai-nilanya dalam berkehidupan sehari-hari, yaitu Pancasila. Filosofi pancasila sangat dekat dan melekat dengan pengertian perdamaian itu sendiri, karena perdamaian adalah komitmen yang mengakar pada prinsip-prinsip kebebasan, keadilan, kesetaraan, dan solidaritas diantara semua manusia dalam upaya menjalin keharmonisan dengan sesama manusia dan lingkungannya. Rasa damai adalah milik manusia yang paling berharga.
Deklarasi PBB pada tahun 1998 juga menyatakan bahwa budaya damai adalah seperangkat nilai, sikap, tradisi, cara hidup menolak kekerasan dalam segala bentuk dan mengatasinya melalui dialog dan negosiasi. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, demokrasi, solidaritas, kerja sama, keanekaragaman budaya, pemahaman antar bangsa, etnis, agama, budaya, dan antar individu juga terangkum dalam semboyan bangsa kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Jadi, jelaslah sudah, bangsa ini sudah memiliki modal dasar yang kuat untk terus membudayakan perdamaian, yang sekarang perlu untuk digalakkan adalah budaya literasi perdamaian itu sendiri.
Membangun budaya literasi Perdamaian bertujuan untuk mengajarkan masyarakat untuk berpikir lebih kritis, sebab literasi adalah salah satu kekuatan dalam membentuk kepribadian yang baik. Penanaman kepribadian akan lebih efektif bila dilakukan sejak usia ini, terutama dalam menanamkan rasa kesatuan dan persatuan sebagai seorang anak bangsa dan bagian dari komunitas dunia. Melalui literasi perdamaian, nilai-nilai pancasila dapat ditanamkan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan membangun budaya literasi perdamaian, beberapa diantaranya adalah :
1.      Menanamkan budaya multikultural
2.      Menghargai segala bentuk perbedaan pendapat
3.      Menjadi penengah ketika terjadi konflik yang berkaitan dengan SARA
4.      Menjadi contoh yang menempatkan persatuan dan kesatuan sebagai kepentingan bersama
5.      Mengembangkan persatuan berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika
6.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Literasi perdamaian dapat diterapkan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, dapat juga dengan memberikan buku, dongeng atau cerita dan gambar-gambar atau mendiskusikan hasil bacaan tentang literasi yang berkaitan dengan aksi damai atau perdamaian. Pemberian hadiah kecil dan pujian akan sangat membantu terutama kepada kalangan anak-anak dalam menumbuhkan minat baca atau ketertarikan dengan tema kerukunan dan perdamaian yang banyak kita jumpai ada di bahas dalam sejumlah buku Kewarganegaraan atau wawasan nusantara dan pelajaran Pancasila.
Melalui momen Hari Mandela Sedunia ini, mari kita tingkatkan literasi perdamaian dengan membangun pengetahuan dan budaya damai. Manusia yang sukses bukan yang memiliki uang paling banyak, namun manusia yang jujur, saling menghormati, kreatif, suka menolong, pandai bergaul, memiliki toleransi yang tinggi, memiliki rasa nasionalisme yang kuat serta mampu menjaga perdamaian antar sesama manusia. Sudah saatnya kita bergerak bersama untuk menyusun berbagai program literasi perdamaian agar tercipta rasa damai di tengah-tengah masyarakat dunia. Salam literasi (berbagai sumber)

1 komentar:

  1. Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
    mampir di website ternama I O N Q Q.ME
    paling diminati di Indonesia,
    di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
    ~bandar poker
    ~bandar-Q
    ~domino99
    ~poker
    ~bandar66
    ~sakong
    ~aduQ
    ~capsa susun
    ~perang baccarat (new game)
    segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
    Whatshapp : +85515373217

    BalasHapus