Mandela dan Literasi Perdamaian
Oleh : Rina Devina
Hari
ini kita memasuki tanggal 18 Juli 2020, bertepatan dengan peringatan Hari
Nelson Mandela Sedunia. Sepertinya semua orang pasti mengenal salah satu tokoh
ari daratan Afrika yang mendunia ini. Ya, Hari Nelson Mandela ditetapkan pada tahun 2009 oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menandakan kontribusi besarnya dalam perjuangan
anti-apartheid dan untuk mempromosikan perdamaian global dan merayakan warisan
sifat-sifat luhur pemimpin Afrika Selatan tersebut. Peringatan ini meminta
semua orang menyumbangkan 67 menit waktunya untuk menolong orang lain. Angka 67
tersebut diambil dari jumlah masa keterlibatannya dalam gerakan anti-apartheid.
Seperti
yang kita ketahui bersama, perlawanan terhadap sistem pemisahan ras atau
apartheid yang telah diterapkan oleh pemerintah Afrika Selatan, tak bisa dilepaskan
dari sesosok figur bernama Nelson Mandela, yang telah meninggal dunia pada 5
Desember 2013 lalu. Selama 27 tahun lebih beliau menghabiskan waktunya untuk hidup
dalam penjara demi memperjuangkan hak-hak warga sipil terutama hak warga kulit
hitam. Semua pengorbanan tersebut terbayar lunas tatkala Mandela berhasil menjadi
presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan (Afsel) pada tahun 1994 hingga
1999.
Sebelum
momen pemilihan presiden tersebut, pada tahun 1993, Mandela telah menerima
penghargaan Nobel Perdamaian Dunia. Pemilik nama lengkap Nelson Rolihlahla Mandela
ini terlahir di sebuah desa bernama Mvezo, wilayah tenggara Afsel yang dikenal
sebagai Transkei. Ayahnya seorang kepala desa dari suku Thembu yang berbicara
bahasa Xhosa dan Mandela tumbuh dalam lingkungan adat serta mendapat
perlindungan tetua dan kepala suku yang membuatnya sangat mencintai warisan budaya
Afrika.
Mandela
muda aktif terlibat dalam gerakan anti-apartheid dan bergabung dengan Kongres
Nasional Afrika (ANC) pada tahun 1942. Pada 1949, ANC resmi mengadopsi metode
liga pemuda dalam mendorong gerakan akar rumput massal untuk menggelar boikot,
pemogokan, pembangkangan, dan tidak bekerja sama dengan pemerintah. Gerakan ini
bertujuan untuk mencapai kebijakan kewarganegaraan penuh, redistribusi tanah,
hak-hak serikat pekerjaan, dan pendidikan gratis serta wajib bagi semua anak
afrika. Selama 20 tahun Mandela terus mengarahkan tindakan damai tanpa
kekerasan, menentang pemerintah Afsel dan kebijakan rasialnya.
Beliau
juga mendirikan firma hukum Mandela and Tanbo, yang merupakan rekan
mahasiswanya yang cemerlang sewaktu menempuh pendidikan di Fort Hare walaupun
beliau tak berhasil menamatkan pendidikannya.
Firma tersebut juga menyediakan layanan hukum gratis dan berbiaya rendah bagi
orang kulit hitam. Pada tahun 1956, Mandela dan 150 orang lainnya di tangkap
atas tuduhan berkhianat kepada Negara.Beliau juga mengatur pemogokan para
pekerja nasional selama tiga hari dan kembali memimpin aksi serupa pada tahun
berikutnya dan akhirnya dijatuhi hukuman penjara..
Total
selama 27 tahun Mandela menghabiskan waktunya dengan mendekam dalam penjara dari
mulai November tahun 1962 sampai Februari 1990. Meski berada di penjara, namun
mandela berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Hukum
melalui program korespondensi dari Universitas London. Pada 27 April 1994,
Negara Afsel menggelar pemilu demokratis pertama dan Mandela terpilih menjadi
presiden pada 10 Mei 1994 ketika usianya telah mencapai 77 tahun. Sesuai dengan
janjinya, beliau mengundurkan diri pada tahun 1999 setelah satu periode masa
jabatannya berakhir sebagai presiden.
Meski
sudah tak menjabat sebagai presiden lagi, Mandela tetap terlibat dan bekerja pada
dua yayasan yang didirikannya, yaitu Nelson Mandela Children’s Fund yang
didirikannya pada 1995 dan Yayasan Mandela Rhodes dalam upaya menciptakan
peramaian dan keadilan sosial di seluruh dunia hingga pada 5 esember 2013, di
usia 95 tahun Mandela meninggal dunia di rumahnya di Johannesburg, Afsel. Salah
satu kiprah dari yayasan Mandela Children’s Fund adalah konsern pada isu pendidikan
dan usaha memajukan literasi dikalangan anak-anak afrika. Beliau percaya bahwa
pendidikan dapat mengubah cara pandang terhadap dunia dan perdamaian.
Literasi Perdamaian
Perdamaian
merupakan hal yang selalu diidamkan oleh semua orang di dunia ini. Hidup dalam
keadaan aman, tenteram, nyaman dan damai merupakan hak asasi setiap manusia.
Bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang cinta damai, namun kenyataannya
beberapa waktu belakangan ini bangsa kita seolah kehilangan jati dirinya
sebagai bangsa yang damai. Setiap waktu kita disuguhkan pemberitaan mengenai
berbagai peristiwa kekerasan dan ujaran kebencian yang silih berganti di media
dan berbagai tempat.
Peristiwa
tersebut diekspos dan diliput oleh media, bahkan banyak media yang mengemas
pemberitaan tersebut sesuai dengan kebijakan dan agendanya sehingga terasa tidak
berimbang. Berbagai pemberitaan tersebut semestinya perlu untuk selalu
diverifikasi dan diimbangi dengan pemberitaan yang berdasarkan kebenaran dan
fakta yang jelas. Salah satu cara mengimbangi dan menghadang berbagai
pemberitaan yang simpang siur yang terkadang tak memiliki kebenaran dan sering
kita sebut sebagai berita Hoak adalah dengan banyak membaca dan membiasakan
diri untuk bertekun dengan aktifitas baca yang lazim kita sebut sebagai salah
satu kegiatan dari budaya literasi.
“Baca,
maka kita akan mengenal dan tahu lebih baik dan lebih banyak, lalu dapat
bergerak dengan lebih efektif”, itu adalah ujaran yang pernah saya dengar dari
seorang bijak yag merupakan salah seorang pegiat literasi. Ada juga salah satu
tokoh agama yang pernah berujar “Bila kalian bukan anak raja, atau bukan tokoh
agama besar, maka menulislah”. Ini juga adalah motivasi bagi kita semua untuk
terus menggelorakan semangat berliterasi, khususnya literasi perdamaian agar
dapat menghempang berbagai isu dan berita miring yang seringkali muncul dan
berseliweran di berbagai media belakangan ini.
Gerakan
Literasi Perdamaian sungguh sangat cocok dan relevan dengan falsafah bangsa
yang wajib kita aplikasikan nilai-nilanya dalam berkehidupan sehari-hari, yaitu
Pancasila. Filosofi pancasila sangat dekat dan melekat dengan pengertian perdamaian
itu sendiri, karena perdamaian adalah komitmen yang mengakar pada prinsip-prinsip
kebebasan, keadilan, kesetaraan, dan solidaritas diantara semua manusia dalam
upaya menjalin keharmonisan dengan sesama manusia dan lingkungannya. Rasa damai
adalah milik manusia yang paling berharga.
Deklarasi
PBB pada tahun 1998 juga menyatakan bahwa budaya damai adalah seperangkat
nilai, sikap, tradisi, cara hidup menolak kekerasan dalam segala bentuk dan
mengatasinya melalui dialog dan negosiasi. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip
keadilan, demokrasi, solidaritas, kerja sama, keanekaragaman budaya, pemahaman
antar bangsa, etnis, agama, budaya, dan antar individu juga terangkum dalam
semboyan bangsa kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Jadi, jelaslah sudah, bangsa
ini sudah memiliki modal dasar yang kuat untk terus membudayakan perdamaian,
yang sekarang perlu untuk digalakkan adalah budaya literasi perdamaian itu
sendiri.
Membangun
budaya literasi Perdamaian bertujuan untuk mengajarkan masyarakat untuk berpikir
lebih kritis, sebab literasi adalah salah satu kekuatan dalam membentuk kepribadian
yang baik. Penanaman kepribadian akan lebih efektif bila dilakukan sejak usia
ini, terutama dalam menanamkan rasa kesatuan dan persatuan sebagai seorang anak
bangsa dan bagian dari komunitas dunia. Melalui literasi perdamaian,
nilai-nilai pancasila dapat ditanamkan. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan ketika akan membangun budaya literasi perdamaian, beberapa diantaranya
adalah :
1. Menanamkan
budaya multikultural
2. Menghargai
segala bentuk perbedaan pendapat
3. Menjadi
penengah ketika terjadi konflik yang berkaitan dengan SARA
4. Menjadi
contoh yang menempatkan persatuan dan kesatuan sebagai kepentingan bersama
5. Mengembangkan
persatuan berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika
6. Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Literasi
perdamaian dapat diterapkan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan
contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, dapat juga dengan memberikan buku, dongeng
atau cerita dan gambar-gambar atau mendiskusikan hasil bacaan tentang literasi
yang berkaitan dengan aksi damai atau perdamaian. Pemberian hadiah kecil dan
pujian akan sangat membantu terutama kepada kalangan anak-anak dalam
menumbuhkan minat baca atau ketertarikan dengan tema kerukunan dan perdamaian
yang banyak kita jumpai ada di bahas dalam sejumlah buku Kewarganegaraan atau
wawasan nusantara dan pelajaran Pancasila.
Melalui
momen Hari Mandela Sedunia ini, mari kita tingkatkan literasi perdamaian dengan
membangun pengetahuan dan budaya damai. Manusia yang sukses bukan yang memiliki
uang paling banyak, namun manusia yang jujur, saling menghormati, kreatif, suka
menolong, pandai bergaul, memiliki toleransi yang tinggi, memiliki rasa
nasionalisme yang kuat serta mampu menjaga perdamaian antar sesama manusia.
Sudah saatnya kita bergerak bersama untuk menyusun berbagai program literasi
perdamaian agar tercipta rasa damai di tengah-tengah masyarakat dunia. Salam
literasi (berbagai sumber)
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q.ME
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-Q
~domino99
~poker
~bandar66
~sakong
~aduQ
~capsa susun
~perang baccarat (new game)
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217