Pajak dan Literasi Sadar Pajak
Oleh : Rina Devina
Setiap
orang dewasa pasti mengenal apa itu Pajak, bukan pajak dalam artian orang Medan
ya, kalau pajak dalam artian orang Medan pasti berarti suatu area luas untuk
proses aktivitas jual beli atau yang umum kita kenal sebagai ‘pasar tradisional’.
Namun pajak dalam tulisan ini berarti adalah pungutan wajib, biasanya berupa
uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada Negara
atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, kepemilikan, harga jual beli
barang, dan lain sebagainya (pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Sebagai
warga Negara yang baik dan bertanggungjawab, setiap tahunnya kita diwajibkan
untuk membayar pajak. Ya, pajak merupakan salah satu bentuk kontribusi nyata
yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk dapat membuat sebuah Negara terus
berkembang. Di Indonesia sendiri setiap tanggal 14 juli selalu diperingati
sebagai Hari Pajak Nasional (HPN). Dasar tanggal tersebut ditetapkan sebagai
Hari Pajak melalui KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017. Inilah awal dimulainya peringatan HPN pada tahun 2018 dan setiap
tahunnya akan diperingati sebagai salah satu hari nasional kita.
Melansir
situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP), alasan di peringatinya tanggal tersebut
sebagai Hari Pajak Nasional adalah karena pada tanggal yang sama di tahun 1945
adalah momentum yang dianggap sangat penting di dalam sejarah perjalanan
organisasi perpajakan di Indonesia, yaitu di awal masa menuju kemerdekaan
Indonesia. Karenanya, sebagai penghormatan terhadap jasa dan sejarah perjuangan
bangsa dan memotivasi para insan fiskus, maka ditetapkanlah tanggal 14 juli
sebagai Hari Pajak.
Saat
itu, Ketua Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) Radjiman Widioningrat mengatakan harus ada aturan yang berdasarkan
hukum terkait untuk melakukan pungutan pajak. Rapat BPUPKI ini dilakukan dari
tanggal 10 Juli sampai dengan tanggal 17 Juli 1945 dan membahas UU terkait
keuangan serta ekonomi. Usulan soal pajak ini disampaikan pada tanggal 14 Juli
1945.
Istilah
pajak muncul dalam rancangan kedua UUD pasal 23 butir kedua yang berbunyi
“Segala pajak untuk keperluan Negara sesuai dengan undang-undang”. Dengan
begitu, mulai saat itulah pembahasan tentang pajak terus muncul dan kemudian
ditetapkan bahwa pajak dapat dijadikan sumber penerimaan utama Negara pada
tanggal 16 Juli 1945. Diharapkan dengan adanya Hari Pajak inilah tumbuh kesadaran
seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk membayar pajak secara benar dan
tepat waktu.
Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) selaku institusi yang menangani dan mengelola pajak di
Indonesia terus melaksanakan tugasnya dengan melakukan berbagai inovasi dan
pembenahan di sana-sini. Salah satunya adalah dengan melaksanakan reformasi
perpajakan untuk mewujudkan institusi yang kuat, kredibel, dan akuntabel.
Reformasi perpajakan telah dimulai sejak tahun 1983, yaitu dengan adanya
reformasi undang-undang perpajakan yang mengubah sistem official assessment
menjadi self assessment.
Saat
ini, DJP berada pada Reformasi Perpajakan Jilid III yang telah dimulai pada
tahun 2017 sampai dengan tahun 2024. Reformasi tahap ini mengusung tema besar
seperti konsolidasi, akselerasi, dan kontinuitas reformasi perpajakan dengan fokus
pada lima pilar, yaitu : Organisasi, Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi
dan Basis data, Proses Bisnis, serta Regulasi Perpajakan. Untuk mendukung semua
usaha reformasi Perpajakan ini salah satu usaha yang wajib dilakukan adalah
dengan memberikan pencerahan informasi ke masyarakat, salah satu usahanya
adalah melalui Literasi Sadar Pajak.
Literasi Sadar Pajak
Menteri
keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan bahwa untuk memenuhi segala
kebutuhan dasar masyarakat, diperlukan sumber pendanaan yang berasal dari
pajak. Oleh karena itulah, beliau juga menghimbau agar setiap warga Negara
sadar akan kewajiban untuk membayar pajak dan bahwa pengelolaan APBN yang makin
baik serta instrumen fiskal yang tepat juga bisa digunakan untuk menjaga
kestabilan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat Indonesia yang pada saat kita
mengalami kesulitan ekonomi seperti goncangan akibat mewabahnya pandemik
COVID-19 mulai awal tahun ini.
Disesuaikan
dengan mewabahnya pandemik COVID-19 ini, maka tema peringatan Hari Pajak Nasional
yang ke-3 ini mengambil tema “Pajak : Gotong Royong untuk Inonesia”. Tema ini
sangat sesuai dengan prinsip pajak secara umum, yaitu bahwa pajak adalah wujud
gotong royong dalam bernegara. Karena dalam gotong royong anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan besar akan berperan lebih besar, sedangkan bagi
masyarakat yang kemampuannya kecil berperan lebih kecil, dan bagi yang tidak
mampu tidak diwajibkan untuk membayar iuran. Namun demikian manfaat yang dapat
dinikmati oleh setiap anggota masyarakat tidak dibedakan berdasarkan besarnya
peran serta yang diberikan tersebut.
Saat
ini penerimaan pajak menjadi sumber pendapatan Negara terbesar, apalagi melihat
jumlah APBN yang dihasilkan dari kontribusi pajak yang semakin meningkat setiap
tahunnya. Disamping penerimaan pajak, sumber penerimaan Negara lainnya adalah
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP ini bersumber dari penerimaan Sumber
Daya Alam, penerimaan dividen BUMN, serta pendapatan pemerintah lainnya. Salah
satu yang membanggakan penulis adalah karena kementerian Hukum dan HAM, tempat
di mana pnulis bekerja berhasil meningkatkan PNBP selama tahun 2020. Hal ini
tentu sangat membanggakan karena walaupun kita sedang berada di tengah pandemik
yang meresahkan ini, kita tetap bisa berbuat lebih untuk negeri tercinta ini.
Hal
ini tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, mulai dari pimpinan
tertinggi hingga berbagai stakeholder yang terlibat serta berbagai inovasi yang
dilakukan. Merujuk keberhasilan ini, ada baiknya kita terus berusaha dan
menciptakan metode dan inovasi lainnya untuk semakin meningkatkan kontribusi
kita untuk membayar pajak. Salah satu cara yang bisa kita lakukan sekarang
adalah dengan melek literasi sadar pajak, apakah pajak perorangan atau pajak
korporasi. Hal ini perlu dilakukan agar pendapatan Negara yang didominasi oleh
penerimaan pajak juga dapat menjadi pertanda baik atau buruknya aktivitas
ekonomi dalam suatu Negara.
Literasi
sadar pajak adalah merupakan salah satu upaya untuk mengedukasi dan
mengadvokasi mengenai aspek perpajakan yang mencakup pada produk dan jasa
keuangan. Hal ini telah dilakukan oleh DJP dan OJK melalui penyusunan dan penyediaan
materi perpajakan yang merupakan bagian dari rangkaian seri literasi keuangan
untuk Perguruan Tinggi (PT), dan salah satu upaya lain di tingkat PT adalah
dengan merekrut relawan perpajakan dari para mahasiswa yang dianggap kapabel
untuk mensosialisasikan pajak dalam komunitasnya.
OJK
juga telah menerbitkan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indoesia (SNLKI)
tahun 2013 dan revisi SNLKI tahun 2017 dengan menyediakan berbagai materi
literasi keuangan pada setiap jenjang pendidikan formal. OJK bersama-sama
dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Industri Jasa Keuangan telah
menerbitkan buku literasi keuangan “Mengenal Jasa Keuangan” untuk tingkat SD
(kelas IV dan V), serta buku “Mengenal Otoritas Jasa Keuangan dan Industri Jasa
Keuangan” untuk tingkat SMP dan SMA (kelas X).
Selanjutnya
pada tahun 2016 bekerjasama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi, OJK telah menerbitkan buku literasi keuangan untuk PT yang bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa atas industri jasa keuangan yang dinamis
dan menciptakan asset bangsa yang mandiri secara financial. Pada tahun 2019
atas bantuan dari Asian Development Bank (ADB), buku seri tersebut dapat
diakses melalui https://sikapiuangmu.ojk.go.id
dalam bentuk modul e-book.
Selain
berintegrasi dengan lembaga pendidikan, ada baiknya pihak DJP melalui OJK juga
merambah sektor masyarakat umum lainnya, salah satunya melalui pusat-pusat
informasi yang ada di tengah masyarakat seperti menggandeng pihak perpustakaan,
pemerintah daerah dengan perpustakaan desa dan karang taruna atau PKK serta
memanfaatkan banyaknya taman bacaan masyarakat yang ada maupun PKBM yang ada di
tengah masyarakat dalam membudayakan dan meningkatkan literasi sadar pajak agar
lebih akrab di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Untuk
membangun gerakan literasi sadar pajak, banyak hal yang dapat dilakukan,
diantaranya dengan mengadakan berbagai
kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat, mulai dari pemilihan Duta
Pajak di setiap Kecamatan/Kabupaten/Provinsi, kegiatan Pajak Bertutur di
perpustakaan, Tax Goes to Desa/kelurahan atau kegiatan olimpiade perpajakan,
dan kegiatan menulis tentang pajak yang dapat diikuti oleh berbagai elemen
lapisan masyarakat. Upaya untuk mengenalkan literasi sadar pajak harus dilakukan
sedini mungkin agar dapat mewujudkan generasi masa kini dan masa depan yang sadar
pajak.
Selain
memicu peningkatan literasi sadar pajak di masyarakat tersebut, DJP juga harus dapat
memberikan dan memompa literasi sadar pajak pada tingkat korporasi dengan
melakukan kolaborasi dan sinergi dengan lembaga yang memiliki fungsi pengumpul
PNBP atau pajak lainnya. Pemerintah Pusat juga sudah seharusnya bahu-membahu
menciptakan lingkungan kerja yang saling bekerjasama demi meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat untuk membayar pajak. Salah satunya dengan melibatkan para
Penyuluh Hukum untuk turun ke lapangan menyuarakan literasi sadar pajak. Salam
literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar